TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Dewan Keluarga Masjid (DKM) Masjid Al-Jihad, Kelurahan Karet, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Pusat, mengaku kecewa dengan sistem hukum di Indonesia yang tebang pilih karena tak menahan terdakwa penista agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Mereka pun membuat kebijakan melarang mensalatkan jenazah orang yang mendukung Ahok.
"Kekecewaan itu (merupakan) akumulasi dari proses awal. Akhirnya, umat Islam punya cara sendiri menghukum penista agama dan pendukungnya," ujar pengurus DKM Masjid Al-Jihad, Hasan Basri, saat ditemui pada Jumat petang, 24 Februari 2017. Mereka kecewa kepada negara karena tak kunjung menghukum Ahok yang dianggap menistakan Al-Quran.
Baca: Tolak Salatkan Pemilih Ahok, Al Jihad : Bukan Soal Politik
Hasan mengatakan pihaknya ingin Ahok segera diadili dan dipenjara. Namun kenyataannya, menurut dia, proses hukum yang berjalan berlarut-larut. Apalagi Ahok bisa melenggang mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta sebagai calon inkumben. "Saya berharap umat Islam tidak memilih pemimpin yang menistakan agama," ujarnya.
Sebenarnya, ia tak begitu mempermasalahkan gubernur nonmuslim jika tidak menistakan Al-Quran dan menyakiti umat muslim. Namun, kata Hasan, Ahok kerap bicara kasar. Mereka resah jika Ahok kembali terpilih menjadi gubernur lagi.
Jika Ahok terpilih lagi, Hasan mengaku hanya bisa pasrah dan memutuskan sikap sesuai dengan arahan para ulama. "Pengurus masjid mengikuti ulama apa pun keputusannya. Wallahu a’lam," kata dia. "Seandainya itu nanti (Ahok) menang, kami akan menunggu instruksi ulama."
Masjid Al-Jihad membuat kebijakan melarang mensalati jenazah orang yang mendukung terdakwa kasus penistaan agama. "Ini karena mengikuti syariat Islam, tidak ada kaitannya dengan politik," kata Sekretaris DKM Masjid Al-Jihad Yayat Supriatno.
Yayat bersama pengurus Masjid Al-Jihad membentangkan spanduk bertuliskan "Masjid Ini Tidak Mensholatkan Jenazah Pendukung & Pembela Penista Agama". Spanduk itu dibentangkan di depan serta sisi kiri dan kanan masjid. Mereka memasang itu sejak Selasa malam, 21 Februari 2017.
Sehari kemudian, spanduk itu viral setelah seseorang mengunggahnya di media sosial. Unggahan itu menimbulkan pro-kontra. Yayat memaklumi tidak semua orang paham dengan kebijakan masjid tersebut.
AVIT HIDAYAT