TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan siswa SMA Negeri 5 Kota Depok tak bisa ikut ujian tengah semester yang akan dimulai Jumat ini. Sebabnya kartu peserta pekan ulangan sekolah mereka ditahan pihak sekolah. Alasannya, mereka belum membayar sumbangan wajib yang besarnya mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu per bulannya.
Seorang siswa Kelas 11 IPS 3 yang tak ingin disebut namanya mengatakan ia belum menerima kartu ujian karena masih menunggak sumbangan wajib itu. Siswa yang tinggal di Tanah Baru itu menunggak pembayaran Rp 200 ribu per bulan selama empat bulan.
"Saya belum bayaran sejak Oktober 2016. Jadi tidak diberikan kartu ujian," kata siswa itu saat ditemui di luar pagar sekolah, Senin, 6 Maret 2017. Ia hanya bisa menelan ludah melihat temannya yang telah mendapatkan kartu ujian, karena telah mampu membayar sumbangan wajib tersebut.
Ia mengatakan sekolah masih membolehkan siswa mengikuti ujian sekolah, meski belum bisa membayar. Namun, sekolah meminta uang denda sehari Rp 5 ribu, saat ujian dimulai. "Sehari didenda kalau belum bisa melunasi. Gak tahu duit itu untuk apa," ujarnya.
Seorang siswa lainnya, mengatakan sekolah memang selalu meminta siswa melunasi bayaran bulanan tersebut sebelum ujian sekolah. Padahal, kata dia, sekolah negeri seharusnya gratis. "Yang saya tahu sekolah negeri gratis. Tapi, orang tua saya diminta Rp 150 ribu per bulan," ujarnya.
Bahkan, setiap ujian ada 5-15 orang di kelasnya yang tidak mampu bayaran. Dan sekolah tidak memberikan kartu ujian kepada siswa yang nunggak bayaran bulanan. "Nanti boleh ikut ujian, tapi didenda Rp 5 ribu per hari," ujarnya.
Bahkan, sekarang sekolah mengancam akan memberikan poin di buku kuning sekolah, kalau tidak melunasi bayaran bulanan tersebut. Sekolah juga mengancam kalau buku kuning yang digabung sebagai buku kedisiplinan tersebut pointnya telah penuh, siswa akan di drop out. "Ancamannya DO kalau buku kuning full."
Orang tua siswa kelas 11 IPS 3, R, mengatakan keberatan dengan sumbangan wajib yang diminta sekolah Rp 200 ribu. Ia pernah meminta keringanan untuk tidak membayar uang tersebut. Namun, sekolah tetap meminta, dia membayar setengahnya. "Sebulan saya akhirnya bayar Rp 100 ribu," ujarnya.
Ia merasa heran dengan kebijakan sekolah yang mematok sumbangan yang harus dibayar setiap bulan. Padahal, sepengetahuanya sekolah negeri di Depok, gratis.
Selain itu, orang tua siswa juga merasa keberatan dengan kebijakan sekolah yang mematok biaya study tour ke Bali siswa kelas 11 pada Mei 2017. Sekolah mematok Rp 2,5 juta agar siswa bisa ikut ke pulau Dewata. "Kalau tidak ikut, anak diberikan banyak tugas," ucapnya. "Saya sudah Rp 500 ribu, mau dibatalkan tapi duit hangus."
Wakil Kepala SMAN 5 Tri Andoyo mengatakan sekolah meminta sumbangan karena masih membutuhkan biaya tambahan. Apalagi, bantuan dari pemerintah tidak cukup. "Pemerintah hanya memberikan Rp 165 ribu per siswa per bulan," ujarnya.
Sekolah meminta biaya tersebut karena banyak program non akademik yang diadakan di sekolah. Total, kata dia, ada 25 ekstra kurikuler di SMAN 5. "Akhirnya kami meminta bantuan sumbangan ke orang tua," ujarnya.
Namun, sumbangan tersebut tidak dipaksakan. Orang tua yang merasa tidak mampu, kata dia, boleh tidak menyumbang. Bahkan, 20 persen siswa di SMAN 5 atau 72 orang siswa per angkatan digratiskan karena masuk kategori miskin.
Ia melanjutkan sekolah tidak akan melarang siswa untuk ujian. Bagi yang belum mendapatkan kartu, sekolah akan mengeluarkan kartu ujian sementara sebagai pengganti kartu ujian reguler sampai anak melunasi sumbangan wajib.
Selain itu, Tri mengaku tahun kemarin sekolah meminta denda Rp 5 ribu kepada siswa yang belum melunasi sumbangan wajib yang telah disepakati. "Dendanya juga buat sekolah, bisa buat beli sapu atau spidol meski kami juga sudah menganggarkanya," ujarnya.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Depok Siti Chaerijah mengatakan sekolah diharamkan meminta sumbangan yang besarannya dipatok. Menurutnya, sumbangan merupakan pemberian yang sifatnya sukarela tanpa ada paksaan. "Apalagi, sampai ada penahanan kartu ujian. Itu tidak boleh," ujarnya.
Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 44 tahun 2012 tentang peranserta masyarakat, sumbangan memang bisa diberikan kepada sekolah dari orang tua atau wali murid. Namun, yang menjadi catatan, sumbangan tersebut tidak boleh ditentukan besarannya.
Depok telah menggratiskan biaya pendidikan di jenjang SMA/SMK negeri sejak 2013. Bahkan, biaya pendidikan SD dan SMP sudah gratis sejak 2011. "Tapi, sekarang kewenangan pengelolaan SMA/SMK di provinsi," ujarnya.
Ia menuturkan biaya operasional dari APBD Provinsi untuk SMA/SMKN hanya Rp 700 ribu per siswa per tahun. Padahal, semenjak dipegang kota, Depok mengucurkan bantuan Rp 2 juta per siswa per tahun pada 2016. "Bantuan berkurang Rp 1,3 juta semenjak dipegang provinsi," ujarnya.
Menurutnya, orang tua siswa bisa memberikan sumbangan dengan syarat telah ada kesepakatan pada saat musyawarah mufakat, tetang besaran sumbangan. "Tapi, ini harus di setujui semua orang tua siswa," ujarnya. "Jika orang tua tidak berkenan sebaiknya hubungi komite atau Kepsek."
Wakil Ketua Komite SMAN 6 Suharto mengatakan bagi yang tidak mampu silahkan mendatangi komite dan tidak perlu membayar sumbangan. "Silahkan datang yang keberatan. Akan kami gratiskan," ucapnya.
IMAM HAMDI