TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Triwisaksana menyebutkan ada sejumlah fakta yang bisa menjadi alasan dewan tidak menyetujui adanya penambahan koridor mass rapid transit (MRT) Kampung Bandan-Ancol Timur.
"Ada tiga fakta yang kemungkinan besar kami tidak akan setuju dengan pertambahan trase Kampung Bandan ke Ancol Timur," kata Triwisaksana dalam rapat permohonan pembiayaan proyek MRT Jakarta jalur selatan-utara, di gedung DPRD DKI, Selasa, 7 Maret 2017.
Pembangunan MRT fase II mulanya hanya dari Bundaran HI sampai di Kampung Bandan. Namun, karena tidak tersedia lahan untuk pembangunan depo di Kampung Bandan, PT MRT Jakarta dan pemerintah DKI sepakat memperpanjang jalurnya sampai Ancol Timur.
Fakta pertama, Triwisaksana mengungkapkan bahwa sudah ada kereta rel listrik Jabodetabek dari Kampung Bandan, Jakarta Kota ke Ancol yang telah beroperasi sejak tahun lalu. "Pakai kereta yang sudah ada juga bisa. Kenapa perlu mengeluarkan Rp 11,7 triliun untuk bangun infrastruktur baru MRT Jakarta," kata dia.
Fakta kedua, politikus PPP yang akrab disapa Sani itu menuturkan bahwa ada rencana pembangunan light rapid transit (LRT) dari Bandara Soekarno-Hatta ke Kemayoran, Jakarta Pusat. Jalur tersebut, menurut dia, beririsan dengan trase penambahan jalur Kampung Bandan-Ancol Timur. Sehingga, ia memperkirakan akan ada tumpang tindih antara tiga moda transportasi, yakni commuter, LRT dan MRT.
Sani menyebutkan fakta ketiga mengenai alasan dirinya lebih setuju depo MRT Jakarta sampai Kampung Bandan saja. Dia menilai, kantong permukiman di Jakarta lebih banyak di kawasan Jakarta Selatan. Karena itu, dia menilai tidak perlu ada moda transportasi tambahan di kawasan utara.
"Kalau (masalah ini) tidak dijawab eksekutif dan PT MRT, kemungkinan besar (permohonan pembiayaan proyek MRT jalur selatan-utara) tidak akan disetujui DPRD. Maka siapkan argumentasi dan pihak yang harus dihadirkan untuk menjawab semua pertanyaan-pertanyaan ini," tuturnya.
FRISKI RIANA