TEMPO.CO, Bekasi - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi menilai robohnya atap bangunan SMA Negeri 1 Muara Gembong, diduga karena murni kesalahan dalam pemilihan material. "Pemilihan material itu terlihat dari kualitas baja ringan yang digunakan relatif lebih tipis dari umumnya," kata anggota Komisi III DPRD Kabupaten Bekasi, Raih Minarno, di Kabupaten Bekasi, Selasa, 7 Maret 2017.
Atap bangunan SMA Negeri 1 Muara Gembong, Bekasi, roboh pada 28 Februari 2017, dan menyebabkan puluhan siswa mengalami luka. Menurut Raih, pembangunan gedung sekolah ini memang salah penempatan material. Dikarenakan tidak melihat kondisi geografis daerah tersebut yang termasuk rawan bencana.
"Tentu pembangunan sekolah ini pemerintah daerah maupun provinsi mempunyai harapan dapat bertahan selama sepuluh tahun ke depan," katanya. Namun melihat material yang digunakan, kata dia, untuk mencapai sepuluh tahun dirasa kurang tepat karena tidak masuk kategori layak.
Baca: Atap Sekolah di Muara Gembong Runtuh, 28 Siswa Jadi Korban
Untuk itu, kata Raih, perlu perhatian dari pemerintah daerah dalam memberikan kewenangan pembangunan fasilitas sekolah dalam rangka mencerdaskan anak bangsa di bidang pendidikan.
Ia menambahkan, dengan adanya kejadian ini Pemerintah Kabupaten Bekasi seharusnya lebih waspada dan berhati-hati menunjuk pemborong untuk membangunnya.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Bekasi harus melakukan pemeriksaan struktur bangunan atau uji kelayakan bangunan dan materialnya. "Dikarenakan itu perlu dan bila perlu pembuatan surat perjanjian menggunakan meterai yang berisi kelayakan jaminan pembangunan berjangka," katanya.
Raih Minarno menjelaskan dalam pembangunan ini seharusnya pemerintah daerah mengucurkan dana lebih dari satu miliar rupiah, dengan alasan secara geografis rawan bencana.
Ia menyebut, dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2017 senilai Rp 5,2 miliar dan dengan anggaran sebesar itu, bila diambil sedikit guna membangun fasilitas sekolah tidaklah susah.
ANTARA