TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Triwisaksana mengatakan, dewan bukan menghalangi proyek Mass Rapid Transit (MRT) Fase II. Hanya saja biaya untuk proyek itu dinilai terlalu mahal. "Bukan menghalangi, cuma Rp 11 triliun terlalu mahal. Over value. Dan mereka tidak bisa jelaskan," ungkap Triwisaksana, seusai rapat paripurna DPRD, Kamis, 9 Maret 2017.
Baca: DPRD DKI Bakal Tolak Pembiayaan MRT ke Ancol Timur, Ini Alasannya
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang biasa disapa Sani itu menjelaskan, angka Rp 11,7 triliun itu seperlima dari total anggaran daerah. Sani menyebutkan anggaran daerah tahun ini sebesar Rp 70 triliun. "Lebih baik kita bangun rumah sakit dimana-mana," kata Sani.
Menurut Sani, anggaran bisa diperkecil menjadi Rp 50 miliar. Sebab di wiilayah itu sudah ada jalur kereta api miliki Commuter line. "Uang Rp 11,7 triliun lho. (Utang) dicicil selama 40 tahun (dengan biaya) Rp 400 miliar per tahun," ujarnya. "Yang benar saja, akal sehatnya dimana pakai hambur-hamburkan anggaran."
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama mempertanyakan sikap anggota dewan yang mempersoalkan penambahan MRT dari Kampung Bandan-Ancol Timur. Bahkan gubernur yang biasa disapa Ahok itu merasa dikerjai oleh anggota dewan.
Baca: DPRD Persoalkan MRT, Ahok: Mau Bangun Jakarta atau Ngerjain Gua?
Rencana awal, proyek MRT berakhir di Kampung Bandan. Namun karena tidak adanya lahan di Kampung Bandan, pemerintah mengusulkan solusi untuk memperpanjang hingga Ancol Timur. Pemerintah beralasan lahan yang ada di Kampung Bandan kurang dari 6 hektare dan sudah dikerjasamakan oleh PT KAI dengan pihak lain.
Untuk memperjelas hal tersebut, DPRD akan membentuk panitia khusus (pansus). Setelah dibentuk pansus, mereka akan mengundang pihak-pihak terkait, termasuk dengan PT KAI, dan pihak-pihak yang bekerja sama dengan stasiun Jakarta Kota, kemudian juga perwakilan Bappena, dan kementerian keuangan.
BENEDICTA ALVINTA | SSN