TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah tidak akan menoleransi kecurangan dan pelanggaran dalam Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), yang digelar secara serentak beberapa waktu lalu. Seafullah menegaskan pihak yang terlibat dalam kecurangan itu harus dihukum berat. "Saya pikir ini kejahatan nasional. Kejahatan moral. Harus dihukum berat," ujarnya di Balai Kota, Rabu, 5 April 2017.
Pernyataan Saefullah itu sebagai tanggapan atas temuan Ombudsman Republik Indonesia ihwal kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional di SMA/K/MA di daerah Jakarta Timur. Ombudsman menemukan indikasi ada guru yang menjual kunci jawaban USBN kepada siswa. Kunci jawaban tersebut dijual seharga Rp 25 ribu per mata pelajaran.
Baca: Ombudsman Sebut Jawaban UN Bocor, Dinas: Belum Ada Laporan
Saefullah belum bisa memastikan kebenaran temuan Ombudsman itu. Pihaknya harus menelusuri lebih dulu untuk mendapatkan bukti-bukti kecurangan. Kemudian, bukti-bukti itu akan diperiksa apakah jawaban yang dijual dengan kertas soal yang diterima peserta ujian memiliki keakuratan. "Kalau jawabannya cuma A-B-A-B begitu dan enggak cocok (dengan soal), berarti dia tipu-tipu atau orang jualan. Namun, kalau cocok, itu perlu ditelusuri," ucapnya.
Kemarin, Ombudsman mendapat laporan bahwa sejumlah guru menjual jawaban soal ujian kepada peserta. Laporan tersebut didapat dari pengakuan siswa di sebuah sekolah di Jakarta Timur. Namun Ombudsman tidak bersedia menyebutkan nama sekolah itu.
Ombudsman menduga jual-beli jawaban soal ujian itu dilakukan sebagai upaya mendongkrak nilai siswa. Alasannya, nilai siswa berpengaruh pada prestasi sekolah. Sementara itu, Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Daryanto menuturkan harga Rp 25 ribu untuk satu mata pelajaran dianggap terlalu murah.
Kementerian Pendidikan akan melakukan penyelidikan lebih dalam atas temuan tersebut. Meski demikian, Daryanto mengatakan, bila terbukti, kementerian tidak bisa memberikan hukuman secara langsung. Pasalnya, menurut dia, perihal hukuman merupakan otonomi daerah, dalam hal ini Dinas Provinsi. Namun kementerian masih bisa memberikan peringatan tertulis kepada yang bersangkutan.
LARISSA HUDA | BENEDICTA ALVINTA