TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia menggerebek sebuah rumah yang diduga menjadi pabrik pembuatan salep palsu, Kamis, 6 April 2017. Rumah satu lantai bercat putih itu beralamat di Taman Surya 2 Blok B3 Nomor 6, Kelurahan Pegadungan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat.
Kepala Subdirektorat III Direktorat Tindak Pidana Narkotika Komisaris Besar Hendrik Marpaung mengatakan pihaknya menggerebek rumah itu sekitar pukul 10.00 WIB. Menurut Hendrik, ada tiga orang di dalam rumah itu saat penggerebekan. Mereka diduga karyawan. Mereka tidak melakukan perlawanan. "Saat digerebek mereka melakukan kegiatan produksi," kata Hendrik kepada wartawan di lokasi.
Tiga orang itu ditetapkan tersangka. Mereka adalah Yackson alias Jay, 38 tahun, Usman Halim alias Alex (36), dan Djunaidi alias Atik (47). Salep yang mereka palsukan adalah Salep Kulit 88. Kemasannya berupa botol kecil setinggi sekitar dua sentimeter dan diameter satu sentimeter.
Di ruang tengah rumah itu, sekitar 4.000 kemasan yang sudah diisi salep buatan itu tersusun rapi di lantai beralaskan tripleks. Sedangkan seribuan kemasan salep lainnya masih kosong, di atasnya terletak sebuah gelas kaca 250 mililiter untuk menuangkan salep ke botol. Aroma salep warna kuning itu tidak setajam salep biasanya, meski jaraknya sangat dekat dengan hidung. Menurut Hendrik, jumlah botol salep yang ditemukan polisi di rumah itu sekitar 20 ribu.
Polisi lantas mengangkut barang-barang bukti itu dengan mobil boks. Selain botol-botol salep, ada kardus-kardus kemasan yang per lembarnya bisa memuat 12 botol. Satu botol berisi 6 gram salep. Kemasan itu didominasi warna hitam dan emas.
Pada kemasan itu tertulis komposisi tiap gram salep mengandung Acidum Salicylicum 60 miligram, Acidum Benzoicum 65 mg, dan Sulfur Praecipitatum 60 mg. Dalam kemasan itu juga tertulis indikasi salep yaitu untuk mengobati penyakit kulit, seperti panu, kadas, kudis, kurap, kutu air, dan gatal-gatal yang disebabkan infeksi jamur.
Hendrik menjelaskan pabrik ini termasuk industri rumahan tapi bisa menghasilkan ratusan juta rupiah per bulan. "Kami belum lakukan uji laboratorium untuk menentukan produk ini berbahaya atau tidak," ujar Hendrik. Menurut pengakuan ketiga tersangka, kata Hendrik, salep ini sudah dipasarkan sekitar setahun belakangan. "Sepertinya banyak di kalangan daerah. Mungkin sudah tersebar di Jakarta dan Jawa karena secara kuantitas cukup banyak ditemukan," ujarnya.
Ketiga tersangka dikenakan pasal dalam Undang-Undang Kesehatan karena tidak memiliki izin edar dan tidak ada pengawasan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM. Hendrik mengatakan penyidik masih akan mengembangkan kasus ini, yakni dengan mencari pemilik usaha ini serta menelusuri pembuat kemasan salepnya.
REZKI ALVIONITASARI