TEMPO.CO, Jakarta - Kondisi udara di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi buruk. Data dari Greenpeace Indonesia menunjukkan salah satu polutan paling berbahaya, Particulate Matter (PM) 2.5, sudah jauh melebihi ambang batas.
Hasil pantauan kualitas udara di 19 titik di Jakarta dan sekitarnya sejak Februari sampai Maret 2017 menunjukkan di Cibubur tingkat PM 2.5 rata-rata berada di angka 103.2 mikrogram per meter kubik. Sementara itu, di Kebagusan, Jakarta Selatan mencapai 65,9 mikrogram per meter kubik, dan di Gandul, Depok mencapai 71,5 mikrogram per meter kubik.
Angka ini jauh dari batasan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 25 mikrogram per meter kubik dan standar minimum Baku Mutu Udara Ambien Nasional 65 mikrogram per meter kubik. “Selama ini kita tidak pernah menyadari betapa buruknya kualitas udara Jakarta karena tidak ada data yang tersedia,” kata Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu dikutip dari laman resmi Greenpeace Indonesia, Jumat, 7 April 2017.
Menurut Bondan, hal ini tidak bisa dibiarkan. Pasalnya, PM 2.5 adalah polutan yang membunuh secara diam-diam. Polutan ini sangat kecil, berukuran satu per tiga puluh dari satu helai rambut, dan bisa menyebabkan berbagai macam penyakit seperti penyakit pernafasan akut pada anak, penyakit paru kronis, penyakit jantung, kanker paru-paru, dan stroke. “Data ini membantu kita memahami bahwa beberapa penyakit yang selama ini kita derita berkaitan erat dengan kualitas udara yang kita hirup tiap harinya,” ujarnya.
Bondan menjelaskan pihaknya menghitung peningkatan risiko kematian karena penyakit tertentu pada berbagai tingkat PM 2.5. Metode yang digunakan dengan menggabungkan analisis risiko dari Global Burden of Disease Project yang dilaksanakan The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) dan tingkat PM 2.5 tahunan.
Hasilnya, risiko kematian akibat stroke meningkat hampir 2,5 kali lipat di Cibubur dan sekitar dua kali lipat di wilayah Tambun, Setiabudi, Citayam, Ciledug, Kebagusan, Depok, Cikunir, Jatibening, dan Warung Buncit.
Bondan menuturkan pemerintah harus memasang alat pemantau kualitas udara, serta menyajikan data hasil pemantauan yang bisa diakses oleh publik. Pemerintah, kata dia, sepatutnya merancang dan menerapkan strategi untuk mengurangi polusi udara dengan mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum, memperbesar porsi penggunaan energi baru-terbarukan, serta memperketat regulasi emisi khusus untuk sektor pembangkit.
AHMAD FAIZ | GREENPEACE