TEMPO.CO, Jakarta - Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menyayangkan masih ada masyarakat yang menggunakan tempat ibadah untuk berpolitik. Hal itu disampaikan saat Djarot seusai menjalankan salat Jumat dan diusir dari Masjid Al-Atiq, Kampung Melayu, Kelurahan Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat, 14 April 2017.
Dari sebuah pengeras suara, salah satu pengurus masjid menyerukan untuk tidak memilih pemimpin non-muslim. Saat Djarot bersiap meninggalkan masjid, mereka berteriak, "Usiiir!! Usiiirr…!!" Mereka juga menyerukan takbir dan imbauan memilih pemimpin muslim.
Baca:
Usai Salat Jumat, Djarot Diusir dari Masjid Al-Atiq Tebet
Tim Anies-Sandi Pertanyakan Keseriusan KPUD Soal DPT
Djarot menilai jamaah tidak ada yang mempermasalahkan kehadirannya. Namun, situasi berubah saat seorang takmir menyerukan larangan untuk memilih pemimpin non-muslim. Lewat pengeras suara, takmir mengatakan siapa pun yang memilih pemimpin kafir adalah munafik.
"Itulah bentuk saya yang saya sebutkan politisasi masjid untuk kepentingan-kepentingan politik praktis. Mungkin meniru pola di negara lain. Mungkin bisa diajak syair negara-negara lain," ujar Djarot.
Baca juga:
Jembatan Cipamingkis Ambruk, Kendaraan Gunakan Jalur Alternatif
Kedua Pasangan Calon Dinilai Gagal Sampaikan Program dalam Debat
Padahal, kata Djarot, masyarakat Indonesia telah sepakat bahwa ideologi negara ini adalah Pancasila. Indonesia juga menganut semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Djarot menuturkan sudah sepatutnya masyarakat Indonesia, khususnya Jakarta, bisa menjaga silaturahim.
"Kita berkewajiban membangun persaudaraan sesama warga bangsa. Bahkan lebih dari itu Islam juga mengajak kita untuk menjamin menjaga hubungan antar manusia, ukhuwah insaniyah," ujar Djarot.
Simak:
Perdagangan 5 Perempuan ke Malaysia, Begini Modusnya
Baru 32 Persen Warga Kabupaten Tangerang Terlayani Air Bersih
Djarot mengimbau kepada masyarakat untuk tidak lagi menggunakan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017. Selain itu, Djarot meminta jangan menyebar kebencian dengan melarang mensalatkan jenazah pendukung pasangan calon nomor urut dua.
Ia mengaku mendengar kabar bahwa takmir masjid itu juga tidak mensalatkan jenazah bagi orang yang dinilai munafik. “Masing-masing kalau punya tafsir benar-salah begitu 'kan susah. Kebenaran hanya milik dia, kita semua salah," ujar Djarot.
Djarot mengatakan menghargai dan menghormati siapapun yang akan dipilih warga Jakarta dalam Pilkada nanti. Menurut dia, hal terpenting adalah menjaga Jakarta tetap aman dan damai. "Ini barometer Jakarta. Jakarta ini barometer dalam pelaksanaan demokrasi yang tadi disampaikan demokrasi yang menggembirakan."
LARISSA HUDA