TEMPO.CO, Jakarta - Partisipasi pemilih menjadi masalah utama dalam pemilihan kepala daerah Kota Bekasi. Bahkan, dalam pesta demokrasi lima tahun lalu, partisipasi pemilih cukup rendah atau hanya 49,46 persen dari daftar pemilih tetap.
"Pemilihan gubernur lebih rendah lagi, hanya 48 persen," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Bekasi Ucu Asmarasandi, Senin, 1 Mei 2017.
Berdasarkan data, ucap dia, partisipasi pemilih di Kota Bekasi paling rendah se-Jawa Barat pada pilkada 2012. Bahkan Kota Bekasi berada di nomor dua se-Indonesia setelah Kepulauan Riau dalam masalah partisipasi pemilih. "Ini menjadi tantangan kami untuk meningkatkan partisipasi pemilih," ucap Ucu.
Menurut dia, sesuai dengan target nasional, partisipasi pemilih ditargetkan mencapai 70 persen. Ia mengaku optimistis mampu meningkatkan partisipasi pemilih. "Pilkada kali ini berbeda dengan lima tahun lalu," ujarnya.
Sebab, tutur dia, pilkada serentak dijadikan libur nasional. Karena itu, kesempatan warga Kota Bekasi untuk menggunakan hak pilihnya cukup besar. "Tidak terbentur masuk kerja. Sebab, mayoritas warga Kota Bekasi merupakan pekerja," ucap Ucu.
Pegawai Divisi Sosialisasi dan Sumber Daya Manusia KPU Kota Bekasi, Nurul Sumarheni, mengatakan, meski tahapan pilkada masih empat bulan lagi, lembaganya sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat. "Agar warga tahu Kota Bekasi akan menggelar pilkada," ujarnya.
Menurut dia, lembaganya memproyeksikan jumlah pemilih tetap mencapai 1,8 juta. Syarat mutlak mendapatkan hak pilih adalah harus mempunyai kartu tanda penduduk elektronik. "Kami meminta yang belum merekam data segera melakukan perekaman," tuturnya.
Ia mengatakan lembaganya memanfaatkan media sosial untuk meningkatkan partisipasi pemilih. Menurut dia, masyarakat saat ini nyaris tak mau lepas dari media sosial sebagai lumbung informasi. "Terutama pemilih pemula, yang jumlahnya 10 persen dari DPT," ucap Nurul.
ADI WARSONO