TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lalu Lintas Polda Jawa Barat Komisaris Besar Tomex Kurniawan mengatakan, polisi akan mempidana pengelola bus sebagai efek jera untuk memastikan pengoperasian kendaraan angkutan umum itu layak. “Sebagaimanan Undang-Undang 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan pada pasal 315 Ayat 2 bahwa pemilik atau manajemen angkutan atau pengusaha dapat dipidana, dan pada Ayat 3 bahwa kalau itu perusahaan maka dapat direkomendasikan untuk dapat dicabut, IUP atau dibekukan izin operasionalnya,” kata dia di Bandung, Selasa, 2 Mei 2017.
Tomex mengatakan, sanksi pidana yang bisa dijatuhkan pada manajemen atau pemilik angkutan umum itu bisa 3 kali lipat hukuman yang dijatuhkan pada supir kendaraan. Pasal 310 yang dikenakan pada supir yang lalai misalnya mencantumkan ancaman maksimal 6 tahun penjara dan denda Rp 12 miliar. “Pemilik dan pengusaha angkutan dapat dipidana dengan ancaman 3 kali lipat pada bab ini,” kata dia.
Dia juga meminta Dinas Perhubungan dan Kementerian Perhubungan untuk mencabut atau membekukan izin operasinya jika terbukti adanya unsur kelalaian dalam pengoperasian kendaraan umum yang menyebabkan kecelakaan. “Saya sudah mengirim surat, kalau manajemen begitu kejadian ada unsur kelalaian, tidak ragu untuk mencabut atau bekukan,” kata Tomex.
Menurut Tomex, sejumlah uji petik yang dilakukan Polda bersama Dinas Perhubungan Jawa Barat pasca kecelakaan maut di Puncak mendapati sebagian besar bus tidak layak jalan. Uji petik yang dilakukan di KM47 Puncak misalnya dari 15 bus yang diberhentikan acak itu didapati 8 diantaranya tidak layak jalan, diantaranya 3 supir kendaraan tidak punya SIM, 2 kendaraan tidak punya STNK, dan 1 kendaraan hanya mengantungi fotokopi STNK.
Uji petik selanjutnya di Bogor hasilnya mirip. Dari 10 bus yagn distop separuhnay tidak layak jalan, diantarnaya 3 tidak punya STNK dan 1 supir bus tidak memiliki SIM. “Setelah kejadian kami menguji sampel di Bogor,Subang, dan Bandung. Ternyata dari 10 kendaraan itu, 3-4 kendaraan memang kelaikannya diragukan, baik sistem rem, ban gundul, kemudian tidak menunjukkan STNK dan SIM,” kata Tomex.
Tomex mengatakan, akan menggunakan pasal pidana pada manajemen bus untuk dua kasus kecelakaan maut beruntun yang terjadi di Puncak di tanjakan Selarong dan Ciloto. Pada kasus kecelakaan maut di Tanjakan Selarong yang melibatkan bus pariwisata PO HS Transport pada 22 April 2017 misalnya, pihak kepolisian akan mengumumkan tersangka baru. “Kita sedang melengkapi bukti-bukti untuk memenuhi unsur Pasal 315 junto 55 KUHP, berkaitan siapa berbuat apa, sehingga keterangan saksi dan ahli sekarang masih kita kumpulkan,” kata dia.
Polisi baru menetapkan tersangka supir bis dalam kasus kecelakaan bus HS Transport di tanjakan Selarong Puncak. Tomex mengisyaratkan polisi akan menetapkan tersangka selanjutnya dari pihak manajemen PO HS Transport. “Kalau manajemen itu, yang jelas kita bciara direktur karean di situ ada kuasa direktur dalam manajemen,” kata dia.
Dalam kasus bus HS Transport, polisi mendapati bus yang mengalami kecelakaan di tanjakan Selarong itu ternyata mobil titipan yang diserahkan pada manajemen untuk dikelola. “Ada seseorang atas nama X, dia menitipkan mobilnya. Ada 2 unit, 1 kecelakaan,” kata Tomex.
Berkaca kasus tersebut, Tomex meminta manajemen bus agar berhati-hati menerima titipan kendaraan. “Saya imbau pada pengusaha, kalau ada seseorang menitipkan bis yang tidak layak jalan, apalagi dengan legalitas kendaraan yagn tidak terpenuhi, tolak. Apabila nanti terajdi accident, pertangungjawaban ada pada pengusaha atau manajemen yang menggunakan label nama bersangkutan,” kata dia.
Sementara untuk kasus kecelakaan maut bus Kitrans di Ciloto Puncak berbeda. Tomex mengatakan, supir bis meninggal, sementar kernet kabur. Polisi kini tengah mengincar nama pemilik yang ada dalam surat bis tersebut. “Pemilik atas nama kendaraan yang bersangkutan akan kita tindak. Kita pidanakan,” kata Tomex.
Tomex mengatakan, Kitrans ini milik perseorangan. “Dia hanya ngambil nama saja. Kita lagi dalami pemilik kendaraan. Dia menggunakan Kitrans itu seperti apa, manajemen Kitrans itu pakah terdaftar atau tidak di Dinas Perhubungan atau Kementerian Perhubungan sebagai angkutan wisata atau tidak, kalau hanya numpang nama berarti pemilik atas nama kendaraan yang bersangkutan yang akan kita jerat dengan pidana,” kata dia.
Kepala Dinas Perhubungan Jawa Barat Dedi Taufik mengatakan, bus Kitrans yang mengalami kecelakaan di Ciloto Pncak itu tidak layak jalan karena secara administrasi tidak pernah melakukan uji KIR. “Secara administrasi saja tidak layak,” kata dia, Selasa, 2 Mei 2017.
Dedi mengatakan, dinasnya akan memberlakukan sanksi tegas jika ke depannya terjadi kecelakaan bus yang diketahi tidak layak jalan. “Kita akan sanksi pasti, kita akan bekukan terutama apabila tidak mengikuti aturan-aturan yang ada, dan tidak mengedepankan arti keselamatan. Kita akan cabut perizinan dan sebagainya,” kata dia.
Terhadap dua bus wisata yang mengalami kecelakaan di Puncak yakni HS Transport dan Kitrans, Dedi mengaku akan menyurati pemda DKI untuk merekomendasikan pembkuan pengoperasian dua perusahaan itu. “Kita akan kirims urat untuk pembekuan, perizinannya harus dibekukan, harus dikenakan sanksi,” kata dia.
AHMAD FIKRI