TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan semestinya aksi unjuk rasa akan berkurang setelah hakim memutus perkara penodaan agama yang menjerat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. "Semestinya begitu. Kenapa harus ada demo macam-macam,” kata Djarot di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 9 Mei 2017.
Aneka demonstrasi itu, menurut Djarot, tidak hanya mengganggu warga lain, tapi juga mencerminkan bentuk intimidasi, penekanan. “Sebetulnya merugikan dari sisi apa pun, secara ekonomi, sosial, dan politik.”
Baca:
Kasus Penodaan Agama, Ahok Divonis 2 Tahun Penjara
Majelis Hakim Bacakan Vonis, Massa Kontra Ahok Serukan Takbir
Djarot meminta semua pihak menahan diri, bersatu, dan menghargai apa pun keputusan pengadilan terhadap Ahok. Djarot mempersilakan semua orang mengawal kasus itu. Namun ia menganjurkan pengawalan itu tidak melibatkan massa dalam jumlah besar. "Tidak perlu mendatangkan massa sampai ribuan orang datang," ujarnya.
Perkara penodaan agama Ahok memicu unjuk rasa. Demonstrasi yang pertama dilakukan Front Pembela Islam pada 14 Oktober 2016 di Balai Kota. Berikutnya 4 November 2016, dengan jumlah massa yang cukup banyak. Unjuk rasa yang dikenal dengan nama 'Aksi Bela Islam 411' itu menyebar di sejumlah titik di kawasan Jakarta. Mereka menuntut adanya penanganan hukum terhadap kasus Ahok.
Baca juga:
BPTJ Siapkan E-Ticketing Terminal Bus Pulogebang untuk Mudik
Sertifikasi Tenaga Pengecat, Ahok: DKI Hemat Banyak Uang
Setelah Ahok ditetapkan sebagai tersangka penodaan agama, unjuk rasa digelar dengan melibatkan massa dari sejumlah daerah di Indonesia. Aksi massa yang digelar pada 2 Desember 2016 dikenal dengan nama ‘212’. Unjuk rasa dilakukan di lokasi persidangan.
Belum lama ini, unjuk rasa yang dinamai Aksi Simpatik 55 digelar. Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia sebagai organisator aksi menyampaikan aksi 5 Mei 2017 yang digelar di kompleks Masjid Istiqlal merupakan penutup aksi serupa sebelumnya.
Simak:
Vonis Ahok, Polisi: Pengamanan Melekat untuk Jaksa dan Hakim
Anies-Sandi Menang Pilkada, Tangerang Tagih Janji Jakarta
Ahok didakwa menodai Islam karena mengatakan QS. Surat Al-Maidah ayat 51 digunakan untuk membohongi massa pemilih ketika berkunjung ke Kepulauan Seribu pada September 2016. Jaksa penuntut umum menyatakan Ahok terbukti mengucapkan ujaran kebencian dan sebelumnya menuntut Ahok dengan hukuman penjara 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun.
Ahok dinyatakan terbukti melanggar Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang merupakan pasal alternatif kedua. Ahok dinilai jaksa tidak terbukti melanggar dakwaan alternatif pertama, yakni Pasal 156a KUHP tentang penodaan terhadap agama.
FRISKI RIANA