TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 70 nelayan warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, menyerahkan bukti kepemilikan tanah di pulau itu ke kantor Ombudsman Republik Indonesia, Rabu. Penyerahan bukti tersebut terkait dengan konflik kepemilikan tanah antara warga lokal dan pengembang PT Bumi Pari Asri yang mengklaim menguasai 90 persen lahan Pulau Pari.
“Kami menyerahkan data-data penguasaan tanah di Pulau Pari,” ujar Koordinator Koalisi Selamatkan Pulau Pari, Tigor Hutapea, Rabu, 24 Mei 2017. Tigor mengatakan penyerahan data tersebut menjadi bukti bahwa nelayan adalah pemilik lahan Pulau Pari. “Mereka telah bermukim sejak puluhan tahun silam.”
Baca: Terancam Digusur Swasta, Warga Pulau Pari Mengadu
Beberapa tahun lalu, ujar Tigor, mendadak PT Bumi Pari Asri mengklaim telah memiliki sertifikat tanah di Pulau Pari. Mereka kemudian melaporkan seorang warga bernama Edi Priadi, 62 tahun, karena dianggap masuk pekarangan tanah mereka. “Padahal perusahaan tak memiliki bukti kuat telah memiliki tanah di tempat itu,” ujar Tigor.
Perusahaan milik Pintarso Adijanto itu sebelumnya pernah mengaku kepada Tempo telah memiliki sertifikat hak milik (SHM) dan hak guna bangunan (HGB). Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara juga membenarkan bahwa SHM tersebut telah diterbitkan pada 2015. Lahan itu disertifikatkan atas 80 nama perorangan yang berafiliasi dengan perusahaan.
“Kami menduga terbitnya puluhan sertifikat SHM dan HGB ini penuh dengan rekayasa,” kata Tigor. Warga Pulau Pari menuding BPN Jakarta Utara melakukan maladministrasi saat menerbitkan sertifikat untuk perusahaan karena sejumlah persyaratan tak pernah dilakukan BPN. Mereka menduga BPN Jakarta Utara tak melakukan pengukuran tanah dan keterangan bebas konflik dari warga.
Menurut Tigor, warga setempat tidak pernah menjual tanahnya ke perusahaan. Mereka juga tak pernah mengenali orang-orang yang berafiliasi dengan PT Bumi Pari Asri. “Kami minta agar Ombudsman melakukan pemeriksaan lapangan ke Pulau Pari bersama warga untuk mencari kebenaran sertifikat yang dikeluarkan BPN,” ucap Tigor.
Ombudsman, ujar Tigor, harus melakukan pemeriksaan terhadap semua sertifikat SHM dan HGB yang terbit di Pulau Pari, yang diduga keras melanggar PP Nomor 24 Tahun 1997. Tigor juga mendesak agar Ombudsman memberi rekomendasi bahwa telah terjadi maladministrasi atas penerbitan SHM dan HGB yang terbit atas nama PT Bumi Pari.
Baca juga: Dilaporkan Warga Pulau Pari ke Ombudsman, Ini Kata BPN Jakut
“Kami minta Ombudsman memberikan rekomendasi agar sertifikat yang terbit di Pulau Pari atas nama PT Bumi Pari dibatalkan,” tutur Tigor. “Kami juga meminta agar Ombudsman menjamin hak atas tanah nelayan Pulau Pari.”
AVIT HIDAYAT