TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Regional South East Asia Freedom of Expression Network (SAFE Net) Damar Juniarto menilai adanya tren peningkatan yang signifikan terhadapo tindakan persekusi. Menurut Damar, sedikitnya ada 60 korban persekusi sejak Januari 2017.
"Januari ada tujuh orang kasus persekusi, Februari tiga orang, Maret dua orang, April 13, dan Mei sebanyak 43 orang. Total sekitar 60 kasus," kata Damar dalam diskusi publik di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Ahad, 4 Juni 2017.
Baca: Persekusi Marak, Polres Jakarta Timur Akan Tangkap 2 Orang Lagi
Menurut Damar, wilayah terjadinya persekusi pun mulai menyebar. Kalau awalnya ada di Jawa, kini mulai merata hingga Sumatera dan wilayah lain. Peningkatan tren itu, dinilai Damar, paralel dengan situasi politik nasional saat ini.
Pada Mei, kata Damar, salah satu pemicunya adalah putusan terhadap peradilan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Namun, efek Ahok tersebut hanya digunakan sebagai time frame saja.
"Tercatat ada lima hingga enam target secara lokasi berbeda dalam sehari. Dalam situasi itu berkaitan ada peristiwa nasional yang mengaitkan," ujar Damar. "Jadi hanya kaitan waktu, bukan orang yang diburu. Tidak ada kaitan yang diburu memilih Ahok atau bukan," kata Damar.
Damar mencontohkan kasus persekusi yang dialami seorang doker di Solok. "Dari sisi lokasi, misalnya, ada Solok, Balikpapan, Maluku. Kan tidak ada kaitannya dengan Pilkada Jakarta," ujar Damar.
Beberapa waktu belakangan ini, marak peristiwa persekusi terjadi di Indonesia. Terakhir, video seorang remaja 15 tahun bernama PMA viral di media sosial. Dalam video itu, MPA dipaksa membuat surat permintaan maaf oleh beberapa orang.
Baca juga: Persekusi Marak, Hidayat Minta Polisi Tak Hanya Tindak Pelaku
PMA juga dipukul beberapa kali oleh orang-orang yang mengerumuninya. PMA dituding menista agam Islam dan menghina Ketua Umum Front Pembela Islam Rizieq Syihab dalam postingan di media sosial Facebook pribadinya.
INGE KLARA SAFITRI