TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Agus Bambang Setiowidodo mengaku baru mengetahui tudingan dirinya tak mempertanggungjawabkan uang iuran pegawai dinas pajak senilai Rp 2 miliar setelah tidak menjabat. "Justru saya baru tahu setelah saya dicopot," kata Agus kepada Tempo, Rabu, 21 Juni 2017.
Salah satu pertimbangan pencopotan Agus Bambang adalah penyalahgunaan wewenang. Saat menjabat, Agus pernah memerintahkan anak buahnya agar mengeluarkan uang senilai Rp 2 miliar, tapi belum dipertanggungjawabkan.
Baca: PTUN Membatalkan Pencopotan Kepala Dinas Pajak DKI
Agus mengetahui adanya persoalan tersebut pada akhir Januari 2017. Sedangkan ia resmi dicopot dari jabatannya oleh pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta, Sumarsono, pada 3 Januari 2017.
Agus mengatakan, uang tersebut merupakan kas hasil iuran dari sebagian honor yang disisihkan pegawai di dinas pajak untuk kegiatan kerohanian dan kepegawaian, seperti uang duka, kelahiran, dan pernikahan. Ia mengaku tidak tahu ada uang senilai Rp 2 miliar yang terpakai dan dicatat sebagai pinjaman.
Menurut Agus, laporan pemakaian uang itu tidak dilaporkan oleh Ketua Bimbingan Rohani Edi Sumantri secara langsung kepadanya. Saat itu, uang iuran dikelola oleh Edi yang merupakan Wakil Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI. Edi kini menggantikan Agus sebagai Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI. "Kan waktu itu saya masih pimpinannya, kok enggak ngomong ke saya?," ujar Agus.
Agus menuturkan, semestinya pemakaian uang iuran itu diperiksa secara keseluruhan. Selain dirinya, kata Agus, seluruh uang iuran yang dikelola oleh Edi sendiri juga harus dicek. Sebab, uang hasil iuran yang terkumpul selama dua tahun itu berjumlah Rp 9,5 miliar. "Kalau kepakai sama saya Rp 2 miliar, Rp 7,5 miliar harusnya dijelaskan dong," kata Agus.
Baca juga: Kalah Beperkara dengan Mantan Kadis Pajak, DKI Langsung Banding
Permasalahan uang tersebut, Agus mengungkapkan, kini sudah selesai. Sebab, kata dia, Edi sendiri yang membuat surat keterangan lunas karena baru menemukan kuitansi yang menjadi bukti pemakaian uang tersebut. "Maret ketemu kuitansi ini itu, berarti kalau ketemu kuitansinya, niat enggak benar kan," ucap Agus.
FRISKI RIANA