TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta telah kehilangan aset tanah seluas 19,7 hektare sejak 1980. Aset tersebut lepas lantaran kalah dalam sengketa di pengadilan.
Kepala Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum Nur Fadjar mengatakan tanah milik pemerintah jatuh ke tangan swasta karena lemahnya sistem pengamanan aset. Dalam sidang di pengadilan pemerintah kerap tak bisa menunjukkan bukti asli sertifikat maupun surat pelepasan hak atas tanah yang digugat. “Hampir semua karena itu,” ujar dia, Senin, 3 Juli 2017.
Dari tanah yang sudah lepas itu, aset terbesar jatuh ke tangan PT Copylas Indonesia pada 2012. Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan pemerintah DKI atas sengketa tanah seluas 14,6 hektare di Kembangan, Jakarta Barat. “Baru kali itu pemerintah kalah untuk sengketa tanah yang luasnya puluhan hektare di satu perkara,” kata Fadjar.
Jika dikalkulasi dengan harga tanah menurut nilai jual obyek pajak di Kembangan tahun 2006 sekitar Rp 3 juta, pemerintah merugi sekitar Rp 439.887.000.000 atas hilangnya aset tersebut saat itu. Saat ini, harga pasaran tanah di daerah itu sekitar Rp 40 juta per meter persegi.
Sekarang, ada 20 perkara tanah yang kini tengah ditangani Biro Hukum Jakarta, di mana pemerintah sudah kalah di tingkat pengadilan negeri dan kasasi. Menurut Fadjar, total luas tanah yang diperebutkan dalam 20 perkara itu adalah 21,1 hektare di berbagai penjuru Ibu Kota. “Kami terus berupaya agar aset tidak lepas ke orang lain,” ujarnya.
Aset yang terancam lepas itu salah satunya memiliki luas 2,9 hektare yang di atasnya berdiri kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Jakarta Timur. Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Oktober tahun lalu, menyatakan pemilik sah tanah yang terletak di Jalan D.I. Panjaitan itu adalah ahli waris Ukar bin Kardi, warga Pesing, Jakarta Barat.
Guna mengantisipasi sengketa pada masa mendatang, Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) sejak tahun lalu telah mendata serta mendokumentasikan bukti-bukti kepemilikan lahan berupa sertifikat maupun surat pelepasan hak atas tanah milik DKI. Kepala BPAD Ahmad Firdaus mengatakan, supaya tak rusak, dokumen-dokumen itu akan dipindah ke bentuk digital. “Biar mudah juga ketika nanti dicari,” ujarnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Reda Mantovani mengapresiasi langkah pemerintah membenahi dokumentasi sertifikat tanah mereka. Sebab, kata dia, aset tanah milik pemerintah banyak digugat—termasuk beberapa lahan di Jakarta Barat—karena lemahnya bukti kepemilikan pemerintah. “Jadi, perbaiki pencatatan asetnya,” ucapnya.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Prabowo Soenirman, mendukung langkah pemerintah membenahi pencatatan aset, meski menurut dia terlambat. Seharusnya, kata dia, dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Jakarta yang saban tahun sekitar Rp 60 triliun, pembenahan aset seperti mengurus sertifikat tanah adalah hal yang mudah. “Uang banyak, kenapa baru sekarang?” ujarnya.
ERWAN HERMAWAN