TEMPO.CO, Jakarta - Pengembang kakap banyak yang belum menunaikan kewajibannya membangun fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) untuk pemerintah DKI Jakarta. Kepala Bagian Pembangunan Kota Biro Penataan Kota dan Lingkungan Hidup, Abu Sudja, mengatakan pengembang kakap seperti Agung Podomoro, Summarecon, Bakrie Group, dan Agung Sedayu termasuk yang masih berutang.
Abu menerangkan, kebanyakan tunggakan fasos-fasum tersebut antara lain berupa jalan, tempat ibadah, taman, sarana pendidikan, dan drainase. “Agung Sedayu lebih kooperatif dengan kami,” ujarnya di Balai Kota, kemarin.
Para pengembang mesti menyediakan fasilitas sosial dan umum sebagai salah satu syarat memperoleh surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT) dari gubernur. SIPPT terbit jika pengembang atau perorangan memiliki lahan lebih dari 5.000 meter persegi dan hendak membangun di atasnya. Hal itu tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 540 Tahun 1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Surat Persetujuan Pembebasan Lahan untuk Pembangunan Fisik Kota.
Baca juga: DKI Gandeng Kejaksaan Kejar Pengembang Nakal Soal Fasos dan Fasum
Sejak 1971, pemerintah DKI sudah menerbitkan 3.400 SIPPT. Tapi baru pada 2010 ada pencatatan yang lebih jelas mengenai kewajiban itu. “Pada tahun itu juga mulai ada sanksi jika tak kunjung menyerahkan,” kata Abu.
Ihwal sanksi ini kemudian dipertegas lewat Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012 tentang Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum. Dalam aturan itu, ujar Abu, sanksi bisa berupa teguran, penahanan dokumen izin mendirikan bangunan, hingga pencabutan SIPPT. Selain itu, semakin lama mereka tidak menyerahkan fasos-fasum, ongkos semakin mahal karena harga material dan biaya pembangunan terus melambung.
Abu mengungkapkan, pemerintah terus menagih pengembang. Saban bulan, dia melanjutkan, ada 30 surat tagihan yang dikirim ke pengembang, tapi hanya sepertiga yang direspons. “Banyak pengembang yang nakal,” kata dia.
Dalam SIPPT Nomor 225/-1.711.534 yang terbit pada 28 Februari 2013 untuk tanah Agung Podomoro Land seluas 244.965 meter persegi di Tanjung Duren, Jakarta Barat, misalnya. Berdasarkan data dari Biro Penataan Kota dan Lingkungan Hidup, seharusnya Podomoro menyerahkan jalan 34.716 meter persegi dan taman 12.898 meter persegi serta menyediakan tempat untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah pada 2016. Sampai sekarang, Podomoro belum menuntaskan kewajiban itu.
Baca juga: Bekasi Baru Mendata Aset Fasos dan Fasum di Perumahan
Manajemen Podomoro belum bisa menjelaskan hal tersebut. Asisten Vice President Marketing Agung Podomoro Land, Alvin Andronicus, menyatakan tak bisa menjawab karena urusan fasos-fasum ditangani bagian perizinan. Namun orang yang bertugas di bagian tersebut, kata dia, sedang cuti. Adapun Direktur Summarecon Michael Young belum bisa dimintai komentar. Tempo mengirim pesan via WhatsApp, tapi hanya dibaca.
Sedangkan Bakrie Group, menurut juru bicara keluarga Bakrie, Lalu Mara, telah membuat jadwal untuk penyerahan bertahap. Dia mengklaim sebagian besar kewajiban mereka sudah diserahkan. Menurut dia, ada obyek fasos-fasum yang mereka usulkan agar diubah karena tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. “Antara lain di lokasi Epicentrum tidak diperlukan membangun SD seperti dalam perjanjian sebelumnya,” katanya.
Baca selengkapnya di Koran Tempo
ERWAN HERMAWAN