TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mempersoalkan pengadaan lahan oleh Dinas Kehutanan, Pertamanan, dan Pemakaman DKI Jakarta untuk ruang terbuka hijau (RTH). Menurut Prasetio, pengadaan lahan tersebut mayoritas dianggarkan untuk wilayah Jakarta Timur dan Utara. Prasetio meminta agar pengadaan lahan merata di seluruh wilayah administrasi.
"Jangan Jakarta Timur 'tok' saja, semua Timur. Ada apa nih dengan timur sama utara ini ya? Ini barang banyak di sana semua ini. Coba dipindahkan," ujar Prasetio di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat, 25 Agustus 2017.
Adapun pertanyaan tersebut dilontarkan Prasetio kepada Kepala Dinas Kehutanan, Pertamanan, dan Pemakaman DKI Jakarta Djafar Muchlisin dalam rapat rancangan kebijakan umum perubahan serta prioritas dan plafon anggaran sementara (KUPA-PPAS) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2017.
Baca juga: Pembebasan Lahan Mandek, Syarif: Kalau Ada Pak Ahok Disetrap
Menurut Prasetio, masih banyak kebutuhan lahan di wilayah lain yang masih belum terpenuhi, khususnya untuk pemakaman. Ia pun menekankan agar setiap kali pengadaan lahan harus mempertimbangkan kepentingan wilayah. Atas pengadaan lahan yang tidak merata, Prasetio menuding ada kepentingan pribadi bagi Djafar.
Menurut Prasetio, banyak warga yang berniat membebaskan lahannya. Namun, mereka harus mengantre untuk mengurusnya di Dinas Kehutanan, Pertamanan, dan Pemakaman. Adapun pagu anggaran yang direncanakan sebesar Rp 450 miliar untuk pengadaan lahan, namun yang diserap baru Rp 364 miliar.
"Ini ada apa? Ada diskusi dengan gubernur, tanah bagus, ini bagus. Tapi enggak diambil, di-waiting list. Enggak tahu karena siapa yang mafia tanah di tempat Bapak," ujar Prasetio.
Djafar menepis tudingan yang menyebutkan ada kepentingan pribadi terhadap pengadaan lahan yang sebagian besar dilakukan di wilayah timur dan utara. Menurut Djafar, setiap permohonan atau proposal yang masuk tidak seluruhnya memenuhi syarat.
Setiap pengajuan penjualan lahan dari masyarakat harus dinilai oleh tim penelitian apakah sudah memenuhi syarat atau belum. "Memang di wilayah timur itu masih banyak RTH dan lahan kosong yang dijual. Siapapun yang mengajukan kemudian memenuhi persyaratan, itu yang akan kami beli. Kami tidak mau di kemudian hari nanti ada masalah," ujar Djafar.
Djafar menuturkan dalam menentukan lokasi pengadaan lahan berdasarkan hasil penelitian dari tim, mulai dari pengajuan, penelitian administrasi, hingga survey ke lapangan. Setelah itu baru, baru pihaknya mendiskusikan bagaimana peta zonasinya. Kemudian juga, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengecek apakah lahan tersebut sesuai tidak dengan sertifikat dengan kenyataan lapangan.
"Setelah itu kami musyawarah. Bukan kami sendiri yang menentukan harganya. Kemudian setelah itu kita menentukan SPH, Surat Pelepasan Hak," ujar Djafar.
LARISSA HUDA