Badan Pengelola hanya menyertakan modal sebesar 206,4 miliar rupiah. Sedangkan PT Theda harus menyertakan modal sebesar Rp 1.697.105.050.494. Apalagi, kata Muis, pemerintah hanya menyediakan tanah seluas 7,25 hektare (dalam proyek awal di blok B2 dan B3), sedangkan sertifikasi, izin, rancang bangun, marketing, operasional maintenance dilaksanakan oleh PT Theda. "Jadi proses pembebasan tanah dari warga liar pun akandilakukan oleh mereka (PT Theda)," kata Muis.
Dia menambahkan, dalam skema yang diajukan oleh PT Theda, Badan Pengelola mendapatkan beberapa keuntungan lainnya, yaitu uang muka 6 persen atas nilai tanah seharga Rp 12,38 miliar yang harus dibayarkan seminggu setelah perjanjian ditanda tangani. Selanjutnya, secara escrow, maksimum empat tahun dari tanggal IMB, pengembalian modal sisa 94 persen atas nilai tanah yang sebesar Rp 194 miliar rupiah akan tercapai.
Hal lainnya, kata Muis, Badan Pengelola akan mendapatkan fee sebesar 2,14 persen dari total omzet sejak awal sampai akhir kontrak. Muis memperkirakan total revenue-nya sebesar Rp 382.410,360.000. Apalagi, kata Muis, adanya proyek itu akan menggerakkan sektor ekonomi rakyat. "Daripada tanah dibiarkan dan nantinya akan terisi dengan warga liar," ujar Muis lagi.
Menurut pengamatan Tempo News Room, memang sangat banyak warga pendatang yang menempati tanah milik negara itu. Menurut penuturan warga, tidak kurang sekitar 4000 warga tinggal di Blok B3. Tanah itu mulai dihuni warga pendatang sekitar 1997.
Indra Darmawan - Tempo News Room