Sebelumnya, Organda DKI Jakarta telah menurunkan tarif angkutan umum sebesar Rp 200. "Dulu minta tarif naik karena harga bahan bakar minyak naik. Sekarang bensin dan solar turun, harusnya tarif pun diturunkan. Jangan menambah susah rakyat," katanya.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1065/1.811.1 yang dikeluarkan pada 11 Juni 2008, untuk tarif baru (batas atas), buka pintu dari Rp 5.000 menjadi Rp 6.000, tarif per kilometer Rp 2.500 menjadi Rp 3.000, dan ongkos tunggu Rp 25.000 menjadi Rp 30.000 per jam.
Sedangkan tarif lama (batas bawah), buka pintu dari Rp 4.000 jadi Rp 5.000, tarif per kilometer Rp 1.800 menjadi Rp 2.500, dan tarif tunggu Rp 18.000 menjadi Rp 25.000 per jam. "SK Gubernur tersebut harus dirubah," kata dia.
Menurut Aliman, dalam SK tersebut, hanya batas atas yang ditetapkan. Sedangkan batas bawah diserahkan kepada mekanisme pasar. "Artinya, jika ada penurunan bahan bakar maka batas bawah yang sebelum kenaikan menjadi batas atas, bisa dikembalikan pada posisi semula," kata Aliman.
Dia lalu mengungkapkan, dengan besaran tarif itu pengusaha taksi masih bisa untung. "Selain itu, para sopir taksi juga masih bisa dapat pemasukan lebih karena penurunan tarif berimbas pada peningkatan jumlah penumpang," ucap dia.
Jika desakan penurunan tarif itu ditolak Organda, maka Dewan Transportasi Kota Jakarta harus segera memberikan solusi yang kemudian diajukan kepada gubernur.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Organda DKI Herry Rotti mengakui, penurunan bahan bakar memang berpengaruh terhadap tarif taksi. "Namun, Organda saat ini belum bisa membahasnya sebelum evaluasi tarif angkutan umum diselesaikan," katanya.
Menurut dia, untuk angkutan umum jenis taksi hanya bisa turun sekitar lima persen. "Jika melebihi batas itu, pengusaha sangat keberatan," kata dia. "Pembahasan soal taksi diagendakan pekan depan. Tunggu evaluasi tarif angkutan beres."
EKA UTAMI APRILIA