Menurut Nurmansyah wewenang penurunan tarif taksi ada di tangan gubernur. "Berbeda dengan tarif ekonomi yang harus mendapat persetujuan dewan,"katanya. Namun seiring dengan penurunan harga bahan bakar, sebaiknya ada penurunan tarif taksi.
Pilihan menggunakan angkutan taksi atau bus non ekonomi sepenuhnya ada ditangan masyarakat. Masyarakat yang bisa menilai, kata dia, "Kalau taksi mahal, tidak turun, ya ngak usah naik taksi."
Sejak Juni 2008, tarif atas dan bawah taksi naik 20 persen. Tarif atas untuk buka pintu Rp 6000, tarif per kilometer Rp 3000, dan tarif tunggu Rp 30000. Adapun Tarif bawah buka pintu Rp. 5000, tarif per kilo meter Rp.2500 dan tarif tunggu Rp. 25000.
Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta mencatat jumlah total taksi yang beroperasi di Ibu Kota ada 32.698. Sebanyak 16.045 atau 49% merupakan taksi asal Jakarta, sedangkan sisanya 16.653 taksi atau 51% berasal dari Tangerang, Depok dan Bekasi.
Sebelumnya, Dewan Transportasi Kota menyatakan tarif taksi bisa turun 10 persen. Untuk itu, Dinas Perhubungan akan meminta secara resmi kepada Organda untuk melakukan evaluasi terhadap tarif taksi. Namun, berdasarkan hasil pertemuan antar pengusaha taksi, Organda menolak untuk menurunkan tarif tersebut.
Direktur Operasional Taxiku, Priyatmedi tidak setuju tarif taksi diturunkan. "Biar tergantung pasar,"katanya. Saat kenaikan BBM lalu, kata Priyatmedi, tarif atas taksi diusulkan naik sampai Rp. 8000, tapi yang disetujui hanya Rp 6000. Selama ini, taksi yang dipimpinnya selalu menggunakan tarif batas bawah agar terjangkau penumpang.
RUDY PRASETYO