Pada tahun 2009, Komisi Nasional Perlindungan Aanak menerima 1.258 pengaduan anak terkait persoalan hukum. Angka ini meningkat hampir 52 persen dibanding dengan tahun sebelumnya.
"Ini menunjukkan bahwa negara khususnya penegak hukum gagal melaksanakan amanat Undang-Undang Pengadilan Anak, Undang-Undang Perlindungan Anak maupun konvensi PBB tentang anak," kata Sekretaris Komisi Nasional Perlindungan Aanak Arist Merdeka Sirait di kantor Komisi Nasional Perlindungan Anak, Rabu (23/12).
Dalam upaya memberikan perlindungan dan rehabilitasi sosial bagi anak yang berhadapan hukum, pada 15 Desember dibuat kesepakatan lima menteri dan kepolisian RI. Adanya kesepakatan itu, kata Arist, diharapkan membuat penyelesaian hukum yang dialami anak dapat dilakukan dengan pendekatan keadilan serta penangganannya lebih terintegrasi dan terkoordinasi.
Namun, Arist menyayangkan dalam merumuskan kesepakatan itu Kejaksaan dan Mahkamah Agung tidak dilibatkan. "Harusnya mereka terlibat, jadi bisa memahami," ujar dia.
Kesepakatan itu dinilai kurang efektif karena tidak diikuti hadirnya sarana dan prasarana rumah sosial perlindungan anak yang memadai di berbagai kota, kabupaten, dan provinsi, sebagai alternatif penahanan anak.
Kepala Unit Perlindungan Anak dan Perempuan Kepolisian Resor Jakarta Barat, Ajun Komisaris Budi Setiadi mengaku pihaknya pernah mengalami masalah saat harus menahan anak di bawah umur yang terlibat kasus narkoba. "Kami bingung mau ditahan di mana?" kata dia saat diskusi di kantor Komisi Nasional Perlindungan Anak, Rabu (23/12).
Anak-anak yang terjerat masalah hukum, menurut Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi, seharusnya ditahan di tempat pembinaan bukan di lembaga tahanan. Bahkan dia menyarankan tempat penahanan bagi anak diubah namanya msalnya Lembaga Pengembangan Kreativitas Anak. Di sana haruslah dilengkapi dengan psikolog yang tahu jiwa anak.
Selain kasus anak sebagai pelaku tindak pidana hukum, Komisi Nasional Perlindungan Anak juga mencatat terjadinya peningkatan kasus kekerasan terhadap anak. Sepanjang tahun 2009, terdapat 1.998 laporan kasus kekerasan terhadap anak. Sebanyak 62,7 persen di antaranya merupakan kekerasan seksual dalam bentuk sodomi, perkosaan, pencabulan dan incest. Sisanya adalah kekerasan fisik dan psikis. Dibanding tahun 2008, terjadi peningkatan 262 kasus.
Oleh karena itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak antara lain mendesak setiap orang untuk segera menghentikan kekerasan terhadap anak, mendesak Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk segera menerbitkan standar pelayanan minimal bagi perempuan dan anak korban kekerasan dalam bentuk peraturan pemerintah.
Selain itu mendesak kesepakatan lima menteri dan kepolisian RI segera menyediakan rumah sosial perlindungan bagi anak di seluruh kabupaten/kota dan provinsi serta mengintegrasikan keadilan restorasi dan diversi dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum. "Ini dasarnya Undang-Undang Peradilan Anak," tegas Arist.
RINA WIDIASTUTI