Mengenai besaran kenaikan tariff parkir, Pemerintah Pusat sebagai eksekutif akan terus menggodoknya dan akan ditetapkan secara pasti saat sidang paripurna di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, jika Peraturan Daerah tersebut disetujui.
“Saran kami menggunakan zonasi. Retribusi untuk yang on street bukan yang off street,” tutur Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Kamis (7/10). Kenaikan tariff parkir off street, ditegaskan oleh Fauzi, merupakan kebijakan untuk mengatur lalu lintas. Bukan kebijakan menambah Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) seperti yang dikatakan oleh para anggota dewan.
“Karena kami ingin mendahulukan kelancaran lalu lintas. Kalau perlu tidak ada lagi off street tapi semuanya on street sehingga semua badan jalan bisa digunakan,” kata Fauzi.
Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI memastikan pembahasan penentuan pemberlakuan kenaikan tarif parkir untuk dijadikan Peraturan Daerah akan selesai pada November tahun ini.
Jika Perda disetujui oleh 50 persen+1 dari seluruh anggota dewan yang hadir di rapat Paripurna nanti, maka pemberlakukan kenaikan tariff parkir untuk wilayah Jakarta tinggal menunggu Peraturan Gubernur untuk segera dilaksanakan.
“Kami bahas dengan dewan. Pembahasan akan selesai diharapkan bulan November. Disitu sudah ditentukan setuju atau tidak setujunya,” kata Ketua DPRD DKI Jakarta Ferrial Sofyan, Rabu (6/10).
Meski begitu, Ferrial menilai bentuk solusi mengurangi kemacetan dengan menaikkan tarif parkir itu tidaklah tepat. Karena variabel tarif tersebut berpengaruh tidak signifikan terhadap kemacetan. Kemacetan, menurut Ferrial, lebih efektif diatasi dengan pembatasan kendaraan seperti sistem Electronic Road Pricing.
“Kalau misalnya alasan kenaikan tarif parkir itu karena retribusinya kurang besar ya bisa saja. Namun kemacetan itu bisa dilakukan dengan pembatasan,” ujar Ferrial.
RENNY FITRIA SARI