Tepat pukul 12.30, klinik methadon dibuka. Beberapa orang tampak berdatangan. Sepintas mereka terlihat sehat dan normal. Salah satunya sebut saja Bambang, 34 tahun. "Saya mulai pakai putaw tahun 1998, karena pergaulan," katanya tersenyum, yang terlihat deretan gigi depannya "grepes".
Bambang mengaku mulai mengkonsumsi methadon untuk menghilangkan ketagihannya pada putaw sejak April 2007. Sejak itu, setiap hari pria yang baru menikah tahun lalu ini datang ke puskesmas. "Saya ingin sembuh, sekarang saya sudah berkeluarga," katanya sembari menunjukkan foto di ponselnya, istrinya mengenakan jilbab sedang memangku bayi.
Untuk mendapatkan dosis methadon yang diperlukannya, warga Tanjung Duren ini mengaku harus membayar Rp 5.000 setiap hari. "Saat masih memakai putaw, saya bisa menghabiskan Rp 150 ribu per hari," katanya. Namun sekarang dia merasa lebih sehat.
Menurut dokter Darus, koordinator Klinik Cintta, methadon adalah salah satu metode untuk rehabilitasi narkoba jenis heroin atau putaw. Selain untuk menghilangkan ketergantungan terhadap narkotik, terapi ini untuk mencegah penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik. Cairan bening itu harus diminum setiap hari oleh para pecandu yang ingin sembuh.
Dokter mencampur methadon ke dalam sirup. "Rata-rata sekali minum hanya beberapa tetes methadon sejumlah 60-80 miligram yang diberikan," kata Darus. Butuh waktu dua tahun untuk bisa menghilangkan efek ketergantungan pecandu dengan methadon. Klinik ini telah melayani ratusan pasien. "Saat ini yang aktif sekitar 100 orang."
PINGIT ARIA