TEMPO Interaktif, Tangerang - Komisi III Bidang Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang menyatakan sengketa batas wilayah lahan terminal II dan III Bandara Soekarno-Hatta antara Kota Tengarang dan Kabupaten Tangerang telah merugikan Kabupaten Tangerang dari sisi pendapatan daerah.
Sekretaris Komisi III DPRD Kabupaten Tangerang Nazil Fikri mengatakan Kabupaten Tangerang merugi rata-rata Rp 33 miliar per tahun dari sisi pajak dan retribusi akibat dikuasainya sebagian lahan bandara oleh Kota Tangerang, yang diikuti dengan pungutan pajak dan retribusi di sebagian terminal II dan terminal III.
Nazil mengakui pihaknya pernah menanyakan hal ini kepada PT Angkasa Pura II selaku pengelola Bandara Soekarno-Hatta. Sejak terminal III dioperasikan pada 2009, kata dia, total pembayaran pajak yang disetorkan mencapai Rp 80,6 miliar yang terdiri dari Pph pasal 21 Rp 18,17 miliar (Kota Tangerang), Pph pasal 23 Rp 1,54 miliar (Kota Tangerang), Pph pasal 4 ayat 2 Rp 4,87 miliar (Kota Tangerang), PBB Rp 45,4 miliar (Kota Tangerang) retribusi parkir (20 persen), dan Rp 10,6 miliar (Kabupaten Tangerang).
Dalam APBD Kabupaten Tangerang, kata Nazil, disebutkan total pajak yang disetor dari bandara yang masuk ke kas Kabupaten Tangerang sebesar Rp 12 miliar. Padahal, dari hitung-hitungan dan luas wilayah Kabupaten Tangerang yang masuk area Bandara Soekarno-Hatta yang meliputi sebagian terminal II dan III, semestinya Kabupaten Tangerang menerima lebih besar dari Kota Tangerang.
”Katakalah dari Rp 80,6 miliar Kabupaten Tangerang menerima Rp 45 miliarnya, sementara selama ini hanya Rp 12 miliar. Berarti selisih Rp 33 miliarnya masuk ke kas KotaTangerang,” kata politikus Partai Persatuan Pembangunan ini.
Menurut dia, meski sengketa lahan ini terjadi sejak tahun 1993 pasca pembentukan Kota Tangerang, kerugian itu tidak bisa dihitung mundur. "Kami hitung saja sejak terminal III dioperasikan," kata dia.
Nazil mengatakan kekeliruan ini harus segera diselesaikan. Menurutnya, pihak yang paling bertanggung jawab terhadap masalah ini adalah PT Angkasa Pura II yang mengetahui duduk persoalan batas wilayah antara Kota dan Kabupaten Tangerang. "Ada kesan pembiaran yang sistemik,” kata dia.
Dia menambahkan bahwa Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang juga pihak yang sama-sama harus mempertanggungjawabkan masalah ini dengan duduk bersama menyelesaikan sengketa batas wilayah. ”Tak perlu ke Kemendagri,” ujarnya.
Langkah terakhir, kata Nazil, Kabupaten Tangerang bisa saja menggugat secara perdata PT Angkasa Pura II dan Kota Tangerang karena kedua pihak yang sama-sama membiarkan masalah ini terjadi.
Pemerintah Kabupaten Tangerang menuding Kota Tangerang telah mencaplok sebagian lahan terminal II dan III Bandara Soekarno-Hatta. Pencaplokan lahan tersebut berpengaruh pada pendapatan asli daerah Kabupaten Tangerang. Sebab, pajak dan retribusi terminal II dan III selama ini masuk ke kas Kota Tangerang.
JONIANSYAH