TEMPO Interaktif, Jakarta - Pria 43 tahun itu duduk santai di belakang sebuah tenda putih berukuran 2x4 meter yang didirikan di trotoar Bundaran HI di samping Wisma Nusantara, Jalan M.H. Thamrin Jakarta Pusat, Ahad, 29 Mei 2011. Di bawah rindangnya pohon, ia dan empat temannya berbincang sambil sesekali tertawa.
Sebuah tongkat penyangga terbuat dari logam tahan karat bersandar di batang pohon di dekatnya. Pria berkaos putih dengan celana pendek warna hitam ini tak memiliki kaki kanan. Namun semangat pria bernama Muhammad Slamet ini patut diacungi jempol.
Pria asal Solo, Jawa Tengah ini, Ahad pagi berhasil memanjat Tugu Selamat Datang di tengah kolam Bundaran HI dengan menggunakan tali. Dalam aksinya, Slamet membentangkan dua buah spanduk bertulisan "Pendakian Gunung Tuna Daksa Indonesia: Ekspedisi Merdeka" dan "Indonesia Bangkit".
Pria ramah ini bercerita ia kehilangan kaki kanannya ketika terjatuh dari kereta api di Karawang, Jawa Barat. "Waktu itu saya dari Jakarta mau pulang ke Solo. Saya masih ingat kejadiannya di bulan April tahun 1990 jam tiga sore," ujarnya.
Akibat jatuh dari kereta, Slamet yang pada saat itu masih duduk di bangku SMA kelas 3 harus kehilangan kaki kanannya. Kakinya diamputasi di sebuah rumah sakit di Karawang. Setelah pulih, Slamet dibawa pulang ke Solo. "Namun karena mobil yang membawa saya bukan ambulance, maka terjadi infeksi pada luka saya dan berakhir dengan pembusukan. Maka sampai di Solo saya operasi amputasi lagi," kata dia.
Setelah kakinya diamputasi, rasa percaya dirinya hilang. "Saya hanya bisa ndelik (bersembunyi) di dalam rumah."
Namun satu per satu teman Slamet berdatangan dan memberi semangat dan berangsur-angsur semangatnya bangkit. "Teman-teman saya itu racun semua, racun yang menyerang keputusasaan saya," katanya sembari tertawa.
Hobi berpetualangnya pun muncul lagi. "Mendaki gunung, panjat tebing, mengarungi sungai, saya lakukan."
Pada tahun 2006, ia dan beberapa temannya di Solo melakukan kegiatan Ekspedisi Bengawan Solo dari hulu sampai bermuara ke laut selama 13 hari 12 malam. Dia juga sukses merebut medali emas dalam kejuaraan panjat dinding penyandang tuna daksa di Korea Selatan beberapa tahun lalu.
Dengan penuh semangat Slamet ingin menorehkan lagi tinta emas dalam lembar prestasinya dengan berencana mendaki dua puncak tertinggi di dunia, yakni puncak Elbrus di Rusia dan Kilimanjaro di Kenya pada Juli 2011 dengan nama Ekspedisi Merdeka. "Jadi, aksi panjat Tugu Selamat Datang pagi tadi sebagai launching aksi pendakian kedua gunung tertinggi dunia tersebut," ujarnya.
Slamet mengatakan dia telah berlatih selama enam bulan dengan mendaki beberapa gunung di sekitar Solo, seperti Gunung Lawu dan Merbabu. Saat mendaki gunung, Slamet lebih suka menggunakan bantuan tongkat penyangga ketimbang kaki palsu.
Meski cacat, Slamet ternyata tak pernah menyerah. "Semangat adalah pembunuh segala-galanya, pembunuh sakit dan keputusasaan," ujar pria yang sehari-hari bekerja sebagai pembersih kaca dan pengecat dinding gedung-gedung bertingkat di Solo.
INDRA WIJAYA