TEMPO Interaktif, Jakarta - Fajar, 45 tahun, petani ikan Kampung Marunda Kepu, RT 08/RW 07, Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, terlihat kecewa. Ratusan ikan miliknya yang berumur dua bulan mati mengambang sejak kemarin. Padahal, aneka jenis ikan, seperti ketang-ketang, baronang, lumban, geropa, hingga bawal ini semestinya bisa dipanen dua bulan lagi.
Ia menduga matinya ikan-ikan itu disebabkan limbah sampah dan cair di Kanal Banjir Timur yang berbatasan dengan perairan Marunda. "Kalau malam sering keluar limbah cair seperti susu dan berwarna kemerah-merahan. Tidak tahu dari mana datangnya limbah itu, jenisnya seperti limbah pabrik," kata Irjan, 52 tahun, salah satu mantan nelayan yang akhirnya 'banting setir' menjadi pedagang makanan dekat pintu air Kanal Banjir Timur.
Kekecewaan juga dialami para nelayan tangkap tradisional. Salam dan Boby, misalnya, harus meminjam uang untuk membeli bahan bakar perahu demi mencari ikan. Namun, harus pulang tanpa hasil karena banyaknya ikan yang mati. “Duit yang ditanam buat modal ikan habis sudah. Kalau begini terpaksa minjam duit lagi. Saya berharap jangan sampai terkena rentenir,” kata Boby.
Menurut keduanya, ikan yang tercemar limbah berada sekitar satu mil dari bibir pantai di kali Kanal Banjir Timur, Kampung Marunda Kepu. Meskipun masih ada sebagian ikan yang nyaris mati, rencananya nelayan akan mengolahnya menjadi ikan asin atau terasi. Namun, prosesnya cukup panjang karena harus bersih dari limbah sebelum dikonsumsi. “Nanti dibersihkan dulu, direbus, baru dijemur,” kata Boby.
ARYANI KRISTANTI