TEMPO Interaktif, Jakarta -Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono mengatakan pihaknya tengah memfokuskan pembangunan moda transportasi pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) dan pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) atau busway.
“Kami fokus pada dua hal itu. Keduanya berkapasitas besar,” katanya ketika dihubungi Tempo, Jumat, 23 September 2011. MRT punya kelebihan dalam segi kapasitas dan kecepatan, meskipun investasinya cukup besar.
Baca Juga:
Tahun 2016, MRT tahap pertama yang menghubungkan Lebak Bulus hingga Bunderan HI ditargetkan beroperasi. Sedangkan BRT, kata dia, dapat menampung kapasitas besar, tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk pembangunannya. “Kami terus mengembangkan BRT,” kata Pristono.
Pristono mengatakan akan mengganti teknologi monorel yang kemungkinan besar batal dilanjutkan dengan teknologi BRT elevated atau bus sistem layang. Pembangunan rencananya dimulai awal tahun 2012 dan selesai tahun 2014. Bus sistem layang ini, menurut Pristono akan berjalan di dua jalur, masing masing satu lajur, mengikuti rute awal monorel di jalur hijau yang melingkar.
Pristono tak menampik kabar, bahwa sepekan yang lalu PT Infiniti Wahana memaparkan teknologi bus yang berjalan diatas rel atau bus ngangkang (Straddling Bus). “Pekan lalu ada pemaparan dari mereka kepada Gubernur, tapi belum ada penawaran secara resmi untuk kami pelajari,” kata Pristono.
Baca Juga:
Menurut dia, bus ngangkang merupakan teknologi baru yang harus dipelajari lebih dulu. Pristono tak secara eksplisit mengatakan dia menolak moda transportasi baru itu. “Pertimbangan kami untuk memilih moda transportasi tak hanya pada harga dan kapasitas, tapi pada perawatan, pembangunan dan penyesuaian infrastruktur yang sudah ada,” katanya.
Bila menggunakan bus sistem layang sebagai pengganti monorel, kata dia, teknologinya sudah cukup familiar di Indonesia. “Bus sistem layang ini pada dasarnya bus biasa yang berjalan di jalan khusus di atas, siapapun bisa membuatnya,” katanya. “Cukup membeli mesin dan membuat bodi,” katanya. Perawatanya juga tak sulit, selain itu tak dibutuhkan manajemen baru untuk mengatur bus sistem layang. “Ini bisa terintegrasi dengan BLU Transjakarta,” katanya.
Sedangkan untuk bus ngangkang, kata Pris, pihaknya harus melakukan banyak penyesuaian infrastruktur. “Bus ngangkang ini jauh lebih tinggi,” katanya. Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) dan jalan layang (flyover) harus dinaikkan agar bisa mencapai tinggi yang sesuai dengan bus ini.
Meski bus sistem layang tak menggunakan rel untuk jalur, sistem layang dianggap aman. “Sama seperti kalau mobil naik ke jalan layang tak ada masalah kan,” katanya. Pristono mengatakan bus sistem layang juga akan diaplikasikan dalam pembangunan koridor XV Blok M – Ciledug, “Kami pertimbangkan koridor ini akan memakai bus sistem layang juga, tapi tidak melingkar melainkan radial.
Rencananya akan tersedia 50 unit bus gandeng sistem layang dengan kapasitas masing-masing 180 orang. "Headway (jarak antar bus) 3 menit," katanya. Dia memprediksi jalur melingkar ini bisa mengangkut sekitar 45 ribu penumpang per harinya.
Pristono menyatakan ada 160 pilar kolom pier yang sudah dibangun untuk koridor hijau monorel dipergunakan untuk konstruksi jalan untuk bus layang ini. Saat ini sedang ada pengkajian mendalam kekuatan struktur tiang monorel. "Untuk dua arah pilar monorel yang diperlukan ada yang perlu ditambah kekuatan strukturnya. Yang semula dimensi 1200x1600 menjadi 1600x200," kata dia.
AMANDRA MUSTIKA MEGARANI