TEMPO.CO , BEKASI:- Pelaku industri sampah di Kota Bekasi melirik proyek pengelolaan sampah menggunakan teknologi insenerator atau disebut pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) Kota Bandung, Jawa Barat.
Salah satu pelaku industri sampah yang tertarik mengelola sampah Bandung adalah PT Godang Tua Jaya (GTJ), pelopor listrik sampah di Tempat Pengeloaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi. Nilai investasi proyek listrik sampah di Kota Bandung, sekitar Rp 700 miliar.
Konsultan pengelolaan sampah PT GTJ Guntur Sitorus menjelaskan, penggunaan teknologi insenerator untuk sampah Kota Bandung sudah tepat. Kapasitas olah sampah dari teknologi tersebut sekitar 1.000 ton per hari dari jumlah sampah yang diproduksi warga Kota Kembang itu sekitar 1.800- 2.000 ton per hari.
"Insenerator sangat cocok di Bandung, wilayah kota dengan lahan yang sempit," kata Guntur di Bekasi, Ahad 27 Mei 2012.
Teknologi insenerator dilengkapi satu tungku besar yang luasrnya sekitar 1 hektar, di dalam tungku itu sampah dibakar dengan panas 1.000-1.200 derajat celcius.
Dari pembakaran tersebut, sampah menjadi abu dan kemudian diolah menjadi bahan marmer.
Menurut Guntur, residu dari pembakaran hanya 10 persen. Artinya, jika sampah yang dibakar 1.000 ton, maka hasil abunya hanya ada 100 ton.
Guntur memastikan teknologi insenerator ramah lingkungan. Asap dari pembakaran disaring sampai benar-benar netral sebelum dibuang ke langit. Selain itu, panas yang dari pembakaran sampah diubah menjadi energi terbarukan, panas menggerakkan turbin, kemudian menghidupkan genset, dan menghasilkan listrik dengan kapasitas 12-15 Megawatt (MW) per jam.
Menurut Guntur, Pemerintah Kota Bandung berencana membangun PLTSa di lahan seluas 13 hektar dan akan dikembangkan menjadi 20 hektar di daerah Gedebage, Kota Bandung.
Guntur yang juga koordinator Indonesia Solid Waste Association (Inswa) menjelaskan, Pemerintah Kota Bandung mulai memikirkan pengelolaan sampah berbasis ramah lingkungan sejak kota itu menjadi lautan sampah pada 2005 lalu.
Beberapa tempat pembungan sampah warga Kota Bandung telah ditutup seperti Leuwigajah, dan kini membuang ke Citatah, Kabupaten Bandung Barat.
Jarak tempuh Citatah cukup jauh membutuhkan waktu sekitar tiga jam, sehingga biayanya sangat besar. "Dari situ Kota Bandung berpikir mengelola sampah sendiri di dalam kota, teknologi yang pas menggunakan insenerator," kata dia.
Saat ini, proyek tersebut sedang dalam persiapan lelang investasi. Namun Guntur mengkritisi sistem lelang proyek sampah itu dengan prakarsa swasta, yang memberikan hak prakarsa kepada PT Bandung Raya Indah Lestari dengan nilai tambah 9,6.
Padahal rencana pengelolaan sampah telah masuk dalam rencana induk Kota Bandung sejak beberapa tahun lalu, berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 56 tahun 2011 perubahan kedua atas Perpres Nomor 67 tahun 2005, tentang kerjasama pemerintah dengan badan usaha.
Dengan begitu, kata Guntur, proyek sampah listrik Kota Bandung semestinya diprakarsai pemerintah daerah dan tidak memberikan kelebihan nilai kepada perusahaan tertentu. "Memberikan nilai prakarsa kepada perusahaan tertentu berpotensi melanggar hukum," kata dia.
HAMLUDDIN