TEMPO.CO , Jakarta--Rencana pembangunan enam ruas Jalan Tol Dalam Kota di Jakarta terus menuai kritik dan perlawanan. Meski disebut Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak akan membuat “Jakarta mirip Shanghai”, publik tampaknya lebih sepakat jika Gubernur Jakarta Joko Widodo berkonsentrasi membenahi angkutan umum.
“Proyek ini tak akan menyelesaikan masalah kemacetan di Jakarta,” kata anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta, M. Budi Susandi, Selasa 6 November 2012. Menurutnya, pembangunan tol baru senilai Rp 40 triliun ini akan merangsang masyarakat untuk memiliki mobil baru dan ujung-ujungnya menambah volume kendaraan di ibu kota.
"Ibarat Jakarta ini orang gemuk, bukannya diet, tapi malah cari baju baru. Nggak akan muat," kata Budi. Dia mendesak Jokowi untuk mempercepat upayanya membangun sistem transportasi massal yang aman dan tepat waktu.
Proyek pembangunan enam ruas tol dalam kota akan membuat langit-langit Jakarta dilintasi jalan tol melayang sepanjang 68,77 kilometer. Dijadwalkan rampung pada 2022, tol ini direncanakan akan menghubungkan Kampung Melayu ke Kalimalang, di Bekasi.
Ahmad Safrudin dari Koalisi Transport Demand Management sepakat dengan Budi. Ahmad mendesak Pemerintah DKI menghentikan pembangunan jalan tol baru sampai fasilitas transportasi umum benar-benar tersedia dan layak.
Penolakan juga datang dari Masyarakat Transportasi Indonesia. “Gubernur Jokowi harus mengkaji ulang efek jangka panjang dari kebijakan pembangunan tol ini," kata Direktur Eksekutif Masyararat Transportasi Indonesia Pandit Pranggana, kemarin. Menurut dia untuk mengurai kemacetan di Jakarta seharusnya pemerintah fokus pada perbaikan transportasi publik dalam kota.
Dia juga menyesalkan jika proyek ini jalan terus. Menurutnya, pembangunan enam ruas tol ini keluar dari semangat Jokowi selama ini, untuk memperbaiki transportasi massal.
Dihubungi terpisah, Direktur Ruang Jakarta for Urban Studies (Rujak) Marco Kusumawijaya menyoroti biaya pembangunan tol dalam kota, yang amat mahal. Dia membandingkan biaya Rp 40 triliun untuk megaproyek itu dengan biaya optimalisasi armada bus Transjakarta dan perbaikan bus ukuran sedang seperti Kopaja dan Metromini yang hanya Rp 3 triliun.
“Uang Rp 40 triliun itu dihamburkan untuk kepentingan kendaraan pribadi,” kata Marco. “Kalau saja uang sebanyak itu dibelikan bus Transjakarta, bisa dapat berapa?“
Debat publik seputar pembangunan enam ruas tol dalam kota di Jakarta mengemuka sejak Kamis pekan lalu. Ketika itu, Jokowi menemui Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto untuk membahas sejumlah proyek infrastruktur di Jakarta, termasuk proyek enam ruas tol itu. Seusai pertemuan, Jokowi mengaku masih menegosiasikan sejumlah aspek dari proyek tersebut.
Meski publik menolak, dukungan untuk proyek ini justru datang dari jajaran Pemerintah Jakarta. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta, Sarwo Handayani menegaskan bahwa proyek tol ini sulit dibatalkan, karena sudah masuk dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2010-2030. Cetak biru pembangunan Jakarta itu sudah diketok di DPRD Jakarta pada Agustus tahun lalu. “Itu rencana DKI," kata Sarwo, kemarin.
Adapun PT Jakarta Toll Development, badan usaha yang dibentuk untuk mengelola enam ruas jalan tol tersebut, kini pasrah. Kepala Komunikasi PT Jakarata Toll, Ngurah Wirawan, mengaku menunggu sikap pemegang saham mayoritas yakni Pemerintah DKI Jakarta.
Ketika ditanya soal polemik ini Senin lalu, Jokowi menjawab lugas, “Saya tidak pro jalan tol, saya pro ke angkutan massal."
TRI ARTINING PUTRI | ISTMAN MP | SYAILENDRA | SUTJI DECILYA| NURHASIM
Baca juga:
Transportasi Jakarta: Jokowi Masih Hitung MRT
Transportasi Jakarta: MRT Jakarta dan Negara Lain
Pencuri Sepatu di Masjid Dipukuli Massa
Transportasi Jakarta: Ada 12 Jalan Layang Baru
Trasportasi Jakarta: Ruwetnya Mau Punya MRT