TEMPO.CO, Jakarta-–Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi curah hujan ekstrem tidak akan terjadi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi hari ini, Ahad 27 Januari 2013. Prediksi ini membantah berbagai spekulasi sebelumnya bahwa Jakarta kembali dihajar banjir besar akibat hujan lebat. (Lihat: Jakarta Waspadai Puncak Pasang Purnama 27 Januari)
Kepala Sub-Bidang Informasi Meteorologi BMKG, Hary Tirto, menyebutkan tidak ada faktor dominan penyebab peningkatan curah hujan secara ekstrem, yakni lebih dari 150 milimeter per hari. "Tapi peluang hujan dengan intensitas ringan hingga sedang (20-50 milimeter per sehari) masih terjadi secara sporadis pada siang dan sore," kata dia.
Curah hujan ekstrem tak akan terjadi karena aktivitas sabuk awan akibat angin Monsun Asia lemah. Hal ini, kata Hary, membuat sistem tekanan rendah di Australia bagian utara dan barat laut dapat bertahan untuk jangka waktu tujuh hari ke depan. Bahkan, dengan keadaan ini, Hary memprediksi tidak ada potensi curah hujan ekstrem sampai satu pekan ke depan.
Pada Sabtu, 26 Januari 2013, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana menguji coba teknologi modifikasi cuaca di Jakarta dan sekitarnya. Dengan cara ini, curah hujan dikurangi sehingga risiko banjir besar Jakarta seperti pekan lalu tak terjadi.
Satu pesawat Hercules yang mengangkut 5 ton garam semai diterbangkan dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma ke arah barat daya. Pesawat ini menyebarkan garam di udara untuk mempercepat proses awan menjadi hujan (jumping process) sehingga tidak masuk Jakarta. Pada ketinggian 10-12 ribu meter, pesawat akan menembus awan pekat dan menaburkan garam di sana.
Menurut Kepala Bidang Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pembuatan Hujan BPPT Tri Handoko Seto, dengan modifikasi ini, awan yang tumbuh dari barat laut menuju Jakarta harus segera dijadikan hujan pada pukul 11 siang. "Teknologi modifikasi cuaca ini bisa mengurangi curah hujan 15-30 persen di wilayah Jakarta dan sekitarnya," kata dia.
Menurut Tri Handoko, selain pencegahan banjir lewat udara, cara di darat ditempuh. Metode ini dilakukan jika awan sudah masuk wilayah daerah aliran sungai (DAS) di Jakarta. Awan akan "diganggu" proses pertumbuhannya dan disingkirkan dari DAS yang hilirnya ke Jakarta. Metode ini dilakukan dengan peralatan darat, yakni menara yang disebut ground-based generator. "Fungsinya, membangkitkan partikel halus pencipta efek agar awan sulit berkembang," ujarnya.
Sebanyak 25 menara telah disiagakan. Lima unit menara disimpan di lereng Gunung Gede, Sukabumi. Sisanya disebar di wilayah Jabodetabek.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Ma’arif mengatakan modifikasi cuaca ini akan dilakukan hingga 25 Maret mendatang. BNPB menganggarkan Rp 13 miliar untuk merekayasa cuaca guna mencegah Jakarta tenggelam.
AFRILIA SURYANIS | M. ANDI PERDANA | NURHASIM