TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Budi Asih Jakarta, Nanang Hasani, mengatakan, rumah sakit tidak pernah menahan jenazah seseorang. Menurut dia, rumah sakit memiliki prosedur sejak lama soal pemulangan jenazah didahulukan. "Kami enggak akan tahan kalau sudah meninggal, itu prosedur, meski tak bayar," kata Nanang kepada Tempo di Jakarta, Ahad, 24 Februari 2013.
RSUD Budi Asih dituding sempat menahan jenazah Wawan selama tujuh jam. Jenazah bocah berusia 11 tahun ini tak bisa dikeluarkan rumah sakit karena masih ada beban biaya yang harus dilunasi senilai Rp 8,8 juta.
Wawan yang tinggal di peemukiman pemulung Kebagusan Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, itu sempat menjalani perawatan akibat tetanus, Rabu, 20 Februari 2013. Wawan meninggal Jumat, 22 Februari 2013, sekitar pukul 14.00. Jenazah bocah yang terdaftar sebagai murid sekolah Langit Biru Kebagusan itu baru bisa dikeluarkan sekitar pukul 21.00.
Rendy Widanarto, pengajar Wawan di Sanggar Langit Biru, Kebagusan, mengatakan, kesulitan melunasi biaya perawatan Wawan di rumah sakit. Namun, sebagai jaminan untuk bisa mengeluarkan Wawan, Rendy mengumpulkan uang dari teman-temannya dan terkumpul Rp 600 ribu.
Orang tua Wawan, Bento, menurut Rendy, tidak terdaftar sebagai warga DKI Jakarta. Mereka mengantongi kartu tanda penduduk Indramayu. Artinya, keluarga Wawan tidak termasuk warga yang dijamin Kartu Jakarta Sehat.
Tertahannya jenazah Wawan, kata Nanang, bukan karena keinginan rumah sakit yang menahan. Menurut dia, penyerahan jenazah harus diberikan kepada orang yang tepat menerima. "Bukan karena Menteri datang, mungkin karena kami harus mencari keluarganya," kata Nanang.
Dia menilai kasus ini tidak akan menjadi masalah jika saja status pasien jelas sejak awal. Jika pasien ditanggung Jamkesmas, tak ada lagi biaya yang harus dibayar. "Tapi, kalau pasien umum, ya harus bayar," ujar dia.
Sebagai pelaksana atau operator, dia menambahkan, rumah sakit tidak ingin masalah seperti ini terulang. Namun, rumah sakit tidak memiliki kewenangan untuk menerbitkan kebijakan. "Kebijakan itu ada di dinas kesehatan, kami ini hanya operator. Sebaiknya pasien harus menjelaskan statusnya terlebih dulu, sebagai pasien umum atau Jamkesmas," kata Nanang.
Sisa biaya perawatan dan pengobatan Wawan masih bermasalah, namun akan dinegosiasikan pada Senin ini, 25 Februari 2013. Rendy mengatakan, rumah sakit berjanji akan menggratiskan biaya setelah terbit asuransi Jaminan Kesehatan Masyarakat.
"Tapi harus ada fotokopi KTP orang tua Wawan dan fotokopi KTP penjamin. Saya tak tahu prosesnya, dari syarat itu mungkin akan diterbitkan Jamkesmas," kata Rendy. Wawan bisa keluar dari rumah sakit, menurut Rendy, karena ada orang sebagai penjamin, Sobar, pengurus lapak permukiman pemulung di Kebagusan. "Kalau sudah ada Jamkesmas, biaya bisa gratis dan uang jaminan Rp 600 ribu dikembalikan rumah sakit," katanya.
FIRMAN HIDAYAT