TEMPO.CO, Depok--Sejumlah guru honorer yang melakukan aksi unjuk rasa di Balai Kota Depok pada Senin, 17 Juni 2013 lalu mendapat intimidasi. Salah satu guru yang ikut aksi unjuk rasa, Rosidah, mengaku dipanggil oleh kepala sekolah lantern bergabung dalam Front Pembela Honorer Depok (FPHD) saat itu. "Bukannya nasib berubah, ternyata saya malah diancam," kata Rosidah yang ditemui di DPRD Kota Depok, Rabu, 19 Juni 2013.
Lantaran tidak ada pembelaan dari Pemerintah Kota Depok, maka sejumlah guru honorer itupun mengadukan nasibnya ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok hari ini, Rabu, 19 Juni 2013. Tuntutan yang diminta guru honorer adalah ketetapan status dari honorer menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Saat mendatangi DPRD Kota Depok, para guru diterima oleh Sekretaris Komisi A DPRD Kota Depok Yeti Wulandari dari Partai Gerindra.
Rosidah yang mengajar di SDN Tugu IX mengatakan, dirinya diberikan dua pilihan oleh kepala sekolahnya. Pertama, dirinya diminta untuk mengundurkan diri atau kedua dirinya akan dipecat oleh sekolah. Dirinya sangat menyesalkan adanya intimidasi tersebut. Karena selama 25 tahun mengajar dirinya masih terkatung-katung nasibnya.
"
Pada dasarnya, tuntutan yang diminta FPHD hanya ketetapan status. Pasalnya, mereka merasa diperlakukan diskriminasi terhadp 320 tenaga pendidik honorer. Mereka sebenarnya telah mengantongi Surat Keterangan pengangkatan PNS yang sudah ditandatangani Wali Kota Depok sebelumnya, Badrul Kamal pada tahun 2004. Faktanya, pemkot justru tidak melakukan pengangkatan terhadap 320 guru yang masuk kategori 1 itu.
Guru lainnya, Fida yang mengajar di SDN Mekarjaya, Sukmajaya mengatakan juga sempat ditanyakan oleh pengawas sekolah tentang aksi demo itu. Namun, ditanya seperti itu mereka hanya diam dan tidak menanggapinya. "Kalau saya sih tidak apa-apa, tapi kalaupun diintimidasi saya sudah siap," katanya. Fida mengaku siap membeberkan janji-janji pemerintah tentang pengangkatan mereka sebagai PNS.
Salah satu pendamping FPHD Nur Rambe mengatakan, dari 320 guru honorer tersebut hanya 15 orang saja yang ikut unjuk rasa. Dan kini nasib mereka semakin tak jelas karena mendapat intimidasi. "Alasannya guru tidak boleh unjukrasa, karena mereka adalah pendidik, khawatir ditiru anak-anak muridnya," kata guru olah raga di salah satu SD di Citayam ini.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Komisi A DPRD Kota Depok Yeti Wulandari menduga, intimidasi dilakukan secara sistematis langsung diarahkan oleh birokrat di atasnya, yaitu Dinas Pendidikan Kota Depok. "Karena dari cerita mereka, setelah mereka menghadap kepala sekolah dan diberi opsi tersebut, mereka juga harus menghadap salah seorang pejabat Dinas Pendidikan Kota Depok," kata Yeti.
Dia sangat menyayangkan sikap Dinas Pendidikan Kota Depok yang menyelesaikan masalah dan kritik dengan cara yang jauh dari rasa keadilan. Selain itu, dia juga sangat menyayangkan sikap pejabat Dinas Pendidikan dan Pemerintah Kota Depok yang tak kooperatif menyelesaikan masalah para guru honorer. "Saya sudah minta audiensi dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Sekretaris Daerah untuk minta klarifikasi tentang ini pada hari Selasa, ternyata tak ada yang datang," katanya.
Menurut dia, lantaran tidak adanya transparansi database tentang jumlah guru honorer maka masalah ini menjadi semakin rumit. Dampaknya, guru honorer tersebut menjadi terkatung-katung. "Ini protret buram pendidikan dan tenaga kerja di Pemkot Depok," katanya. Sebagai misal, kata dia, buruknya komunikasi antara Pemerintah Kota dengan para honorer. "Mereka mengabdi bertahun-tahun, nasibnya tak diperhatikan," kata Yeti.
Seperti diketahui, belasan guru honorer sekolah negeri Kota Depok yang tergabung dalam Forum Pembela Honorer Kota Depok (FPHD) menggeruduk Balai Kota Depok untuk menemui Wali Kota Nur Mahmudi Isma'il. Mereka datang atas kekesalan yang telah bertahun-tahun mereka pendam kepada pemerintah yang dinilai berjanji bohong untuk mengangkat mereka sebagai pegawai negeri sipil (PNS)."Kami menuntut Wali Kota Mengakomodir kami. Karena selama ini kami terus dinjanjikan untuk diangkat menjadi PNS, tetapi selalu diingkari dan diabaikan," kata salah seorang guru honorer, Nur Komar dalam aksi itu.
ILHAM TIRTA
Terhangat:
EDSUS HUT Jakarta | Kenaikan Harga BBM | Rusuh KJRI Jeddah
Baca juga:
Ahok Minta Relawan PMI Ada di Setiap RT
Wali Kota Solo Menolak Penyaluran BLSM
BLSM Paling Cepat Dibagikan Juni
Jokowi Tak Setuju BLSM, Ini Kata Mendagri