TEMPO.CO, Jakarta - Tarif bus antarkota antarprovinsi (AKAP) kelas non ekonomi tetap naik untuk masa mudik Lebaran. Padahal sudah mengalami kenaikan pasca penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Organisasi Angkutan Darat (Organda), Eka Sari Lorena, pada Senin, 15 Juli 2013, “Tarif AKAP non ekonomi bebas menentukan tarifnya sendiri seusai "market demand and supply"," katanya.
Ia mengatakan, tarif bus AKAP untuk kelas ekonomi telah naik 15 persen dengan kenaikan harga BBM bersubsidi pada Juni silam. "Dengan kisaran tarif, plus 15 persen untuk tarif bawah dan plus 30 persen untuk tarif atas," ucapnya.
Sementara, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Kementerian Perhubungan segera melakukan evaluasi penerapan tarif baru bagi angkutan AKAP. "Jangan sampai tarif naik, lalu waktu Lebaran naik lagi," kata Ketua Komisi V DPR, Laurens Bahang Dama.
Menurut dia, evaluasi harus segera dilaksanakan karena penerapan tarif baru angkutan AKAP terjadi menjelang masa mudik Lebaran. Laurens menuturkan, hingga saat ini pun Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan belum menyampaikan pantauan penerapan tarif baru angkutan AKAP.
Pemerintah menyatakan belum melakukan evaluasi terhadap penerapan tarif baru angkutan AKAP. Menurut Kementerian Perhubungan, biasanya pengusaha AKAP melakukan praktik nakal dengan menaikkan tarif melebihi batas atas pada H-5 Lebaran.
"Penumpang memuncak pada H-5 memang, tapi kami melakukan pantauan tarif mulai H-7 Lebaran nanti," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan, Bambang S. Ervan.
Ia mengungkapkan, pemerintah hanya melakukan pengawasan terhadap tarif angkutan AKAP kelas ekonomi. Sedangkan, tarif nonekonomi dikendalikan oleh mekanisme pasar.
Salah satu bentuk pengawasan dari pemerintah adalah dengan menyebarkan formulir pengaduan. "Masyarakat juga bisa melaporkan melalui formulir pengaduan yang kami sebar di terminal-terminal saat musim mudik Lebaran," ucapnya.
MARIA YUNIAR
Terhangat:
Bursa Capres 2014 | Ribut Kabut Asap | Tarif Progresif KRL
Baca juga:
Biaya Survei Konvensi Demokrat Rp 900 Juta
Demokrat Larang Anas Ikut Konvensi
Sri Mulyani Cocok Ikut Konvensi Demokrat