TEMPO.CO, Jakarta - Komnas Perlindungan Anak Indonesia menilai tren spidometer merupakan dampak dari orang tua yang permisif.
Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia, mengatakan tren spidometer hanya akan membahayakan kondisi anak dan meresahkan orang tua. "Sangat berbahaya dan mestinya dilarang," kata Arist.
Tindakan melarang seharusnya dilakukan orang tua, bukan malah memfasilitasi. "Kebanyakan orang tua bersifat permisif dan berlebihan dalam memberi hadiah kepada anaknya," Arist menegaskan.
Menurut Arist, orang tua seharusnya memberi sesuatu sesuai kebutuhan anak, bukan atas keinginan sang anak. Memberikan hadiah kendaraan kepada anak yang masih di bawah umur justru akan berdampak buruk.
"Itu artinya, dalam kondisi (remaja) seperti itu, belum bisa diberikan kewenangan (kepada) anak karena masih labil," ujar Arist. "Justru orang tua akan mencelakakan anaknya."
Selain melanggar UU lalu lintas, spidometer juga dapat membahayakan kelangsungan hidup. Arist juga mengimbau petugas jasa tol atau polisi jasa marga agar bertindak tegas untuk tidak memberikan izin masuk tol bagi anak-anak yang mengemudi.
Seperti diketahui anak-anak remaja kini, terutama lelaki, sedang dilanda tren spidometer, yaitu menyetir mobil dalam kecepatan sangat tinggi. Jika jarum spidometer sudah di 140 km/hr atau bahkan 200 km/hr, akan difoto dan diunduh di sosial media.
RINA ATMASARI
Berita Terpopuler:
Korban Kecelakaan Dul Mengamuk, Cabuti Alat Medis
Lagi, Polisi Ditembak di Depok
Korban Tewas Kecelakaan Dul di Jagorawi Jadi 7
Penembakan Briptu Ruslan Diduga Perampokan
PKL Tanah Abang Jualan Lagi, Wali Kota Kecolongan