TEMPO.CO , Jakarta:Anggota Komisi Kepolisian Nasional Adrianus Meliala membenarkan jumlah rompi antipeluru Polri tak mencukupi untuk melindungi setiap anggota polisi. Hanya pasukan khusus seperti Detasemen Khusus Antiteror 88 dan Brigade Mobil yang dilengkapi dengan rompi anti-peluru.
Menurut Adrianus, kondisi ini bukan lah masalah. Dia beralasan rompi antipeluru bukanlah solusi utama melindungi anggota polisi dari ancaman penembakan misterius. Bahkan dia menganggap penggunaan rompi antipeluru untuk seluruh anggota polisi selama bertugas sangat sulit diimplementasikan.
Adrianus beralasan pergerakan anggota polisi saat bertugas begitu luas. "Kalau semua polisi diwajibkan pakai rompi antipeluru setiap saat malah pusing sendiri mereka," kata Dosen Kriminologi Universitas Indonesia itu saat dihubungi Tempo, Ahad, 15 September 2013.
Batasi gerak dan harga mahal...
Selain membuat gerah dan sesak bernafas, rompi antipeluru dianggap membatasi gerak polisi. Bagaimana pun juga, dia melanjutkan, faktor kenyamanan diperlukan polisi saat bertugas. Adrianus juga menanggap penggunaan rompi antipeluru tak sesuai dengan strategi perlindungan polisi Indonesia. Penggunaan rompi antipeluru lebih cocok digunakan di beberapa negara Barat.
Di Indonesia, Adrianus melanjutkan, penggunaan rompi antipeluru malah menimbulkan jarak antara polisi dan masyarakat. Masalah lain, rompi antipeluru tidaklah murah. Satu unit rompi antipeluru paling murah Rp 5 juta. Harga itu terus naik sejajar dengan kualitas daya redam rompi itu terhadap tembakan peluru.
"Polri tak punya alokasi khusus untuk rompi antipeluru," kata dia. "Lagi pula kalau nekat diadakan pembelian (rompi anti peluru setiap anggota polisi) bakal butuh duit banyak, nanti media mempersoalkan lagi."
Solusi ideal...
Solusi yang tepat untuk melindungi anggota polisi menurut Adrianus adalah segera menangkap pelaku penembakan misterius. Polri jangan sampai setengah hati memburu para pelaku penembakan, sebab itu sama saja memberikan ruang sembunyi bagi mereka.
"Sebaiknya perbanyak alokasi anggaran dan personel untuk mengejar para pelaku," kata Adrianus. "Sebagai contoh makin gencar menyebar sketsa para pelaku, itu lebih murah."
Sebelumnya, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar mengatakan pimpinan Polri tak serius memberi sarana keselamatan anggota di lapangan. Sebagai bukti, jumlah ketersediaan rompi antipeluru untuk anggota polisi masih kurang, padahal itu merupakan salah satu alat keselamatan penting.
Menurut Bambang, dana yang diberikan negara untuk Polri melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) makin bertambah tiap tahun malah digunakan untuk kepentingan lain. Bahkan pimpinan Polri dinilai lebih suka menggunakan duit anggaran untuk mengganti mobil dinas, termasuk untuk para perwira tinggi, ketimbang membeli rompianti peluru.
INDRA WIJAYA