TEMPO.CO, Jakarta - Pengalihan arus jalur lambat di Jalan H.R. Rasuna Said Kuningan telah dilakukan menyusul adanya rencana unjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar Australia. Unjuk rasa tersebut bertujuan mengecam pemerintah Australia dan menuntut permintaan maaf Perdana Menteri Australia Tony Abbot atas penyadapan yang dilakukan terhadap Indonesia.
Kepala Kepolisian Sektor Metro Setiabudi Ajun Komisaris Besar Tri Suhartanto mengatakan sebanyak dua kompi personel Brigade Mobil, dua kompi pasukan Pengendali Massa, dan sejumlah personel dari Kepolisian Sektor Metro Setiabudi telah diturunkan untuk menjaga keamanan saat unjuk rasa berlangsung. Selain itu, satu unit Barracuda dan beberapa unit security barrier juga telah disiapkan di depan kantor Kedutaan. "Disiapkan untuk usaha preventif," kata Tri saat ditemui di depan kantor Kedutaan, Kamis, 21 November 2013.
Berdasarkan pantauan Tempo, arus lalu lintas di depan kantor Kedutaan masih lancar dan terlihat spanduk-spanduk bertuliskan kecaman atas penyadapan tersebut. Selain itu, tampak dua mobil yang melintas dengan atribut-atribut kelompok pendemo. Para pendemo berorasi dan menyanyikan lagu nasional.
Menurut informasi, aksi ini akan dihadiri oleh Front Pemuda Muslim Maluku, Masyarakat Peduli Hankam, Himpunan Mahasiswa Al Zahra, dan Laskar Merah Putih. Saat ini, anggota Laskar Merah Putih mulai berdatangan dan memulai orasinya dengan menyanyikan Indonesia Raya sambil meneriakkan, "NKRI harga mati!"
Aksi unjuk rasa ini merupakan tanggapan atas tindakan Australia yang dikabarkan menyadap sejumlah pejabat Indonesia, khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, selama 15 hari pada Agustus 2009. Informasi ini didasari laporan mantan intel Amerika Serikat, Edward Snowden, yang menyebutkan bahwa badan intelijen Australia sengaja menyadap telepon SBY dan beberapa pejabat kenegaraan.
Dokumen rahasia ini berasal dari Defense Signals Directorate (sekarang disebut Australia Signals Directorate). Target pengintaian intelijen Australia termasuk tokoh lingkaran dekat Presiden, seperti Ibu Negara Kristiani Herawati Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Andi Mallarangeng, Hatta Rajasa, Sri Mulyani, Widodo Adi Sucipto, dan Sofyan Djalil.
Pemerintah Indonesia bereaksi keras mengenai penyadapan ini dengan memanggil pulang Duta Besar Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema. Penarikan itu dilakukan sebagai bentuk protes terhadap belum adanya penjelasan yang diberikan Australia atas kasus penyadapan tersebut.
LINDA HAIRANI
Berita terkait:
SBY Anggap Australia Tak Pantas Menyadap
Ekonom Menilai Australia Akan Dirugikan
Tiga Langkah SBY Sikapi Penyadapan Australia
Ahok: Tak Perlu Disadap, Saya Sudah 'Ember'