TEMPO.CO, Jakarta - Apa yang terjadi di perlintasan kereta Bintaro melahirkan banyak cerita soal kisah suka-duka penjaga palang kereta. Mereka tak hanya yang sudah puluhan tahun dari unsur PT Kereta Api Indonesia. Ada pula yang masih "hijau" dari kalangan satpam perusahaan jasa keamanan swasta yang dikontrak KAI. Tak ketinggalan adalah warga yang tinggal di sekitar rel kereta.
Asmat, 30 tahun, dan Dodi Firmansyah, 26 tahun, termasuk kategori kedua. Mereka pegawai perusahaan security dan jasa keamanan, PT Heksa Garda Utama, yang disewa PT Kereta Api Indonesia untuk mengamankan perlintasan sebidang. Keduanya baru tiga bulan menjaga pintu perlintasan Jalan Kemuning Raya, Pejaten Timur, Pasar Minggu, atau biasa disebut Volvo. Sebelumnya, mereka bekerja di Bandung, kota basis perusahaannya.
Awal bekerja, kuping Asmat pengang dan jantungnya deg-degan setiap kereta lewat. "Sekarang sudah mulai terbiasa," katanya sembari mengepulkan asap rokok, Selasa, 10 Desember 2013. Begitu pula Dodi, tapi terlihat lebih santai.
Selama waktu tugas, mereka dipesankan beberapa pantangan, yaitu utak-atik handphone, menonton televisi, dan mendengar radio. Tapi, Asmat tetap saja membawa ponselnya. "Ini sebenarnya enggak boleh," dia berujar sambil menunjuk ponsel, lalu tertawa.
Padahal, palang pintu maupun sirene berjalan otomatis sesuai sinyal dari stasiun. "Hanya kalau sinyal mati saja kami operasikan."
Keduanya tampak rapi dengan seragam satpam mereka. Ini berbeda dengan pantauan Tempo di pos perlintasan rel yang dijaga pegawai KAI. Di pos Jalan Raya Tanjung Barat, petugas memakai seragam KAI putih-hitam. Sedangkan pada pos di kolong Jalan T.B. Simatupang, petugas memakai kaus biasa. Di kedua pos itu pun ada televisi, meski hanya dinyalakan lewat tengah malam, setelah kereta jarang lewat.
Ketatnya aturan itu, kata Asmat, karena lintasan dua arah rel rute Jakarta-Bogor tepat di depan pos mereka memang ramai. Setiap dua menit ada kereta lewat. Sebentar-sebentar tangan Asmat meraih gagang telepon di sampingnya untuk menerima dan memberi laporan kereta lewat. Dodi berjaga di luar pos, meniup peluit lantang-lantang untuk memperingatkan pengendara agar berhenti di belakang palang.
Meski, Dodi tak sepenuhnya dipatuhi pengendara. Ada saja 2-3 pengendara sepeda motor yang nyelonong. "Biasalah gitu," kata Dodi. Tak jarang dia saling teriak dengan pengendara. "Saya kasih tahu, dia malah lebih ngotot," ujar Dodi. Yang marah-marah tak pandang bulu, baik bapak-bapak maupun ibu-ibu, tua ataupun muda, pengendara mobil, juga roda dua.
Sampai sekarang, kedua satpam itu masih menyesuaikan diri dengan pekerjaan barunya. Cerita-cerita mistis dianggap sebagai bumbu shift malam. "Kata orang-orang di sini, sih, ada tangan jalan sendiri, juga ada sosok nenek-nenek."
Bagaimanapun, mereka mengaku belum menikmati tugas ini. Tapi, Dodi dan Asmat mesti menekuninya karena tuntutan perusahaan. "Kami butuh kerja aja," kata Dodi.
Lihat juga:
Kisah Penjaga Palang Kereta 1: Mual Lihat Mayat
Kisah Penjaga Palang Kereta 2: Meriang Masuk Angin
Kisah Penjaga Palang Kereta 4: Akrab Tragedi
ATMI PERTIWI
Terkait:
INFOGRAFIS Kronologi Tragedi Bintaro
FOTO Sopir Truk Tragedi Bintaro Dirawat di RSPP
FOTO Bentuk Truk Tangki Usai Tertabrak KRL di Bintaro
Mengapa Masinis Kereta Bintaro Tak Mengerem?