TEMPO.CO, Jakarta - —Rekayasa cuaca yang sudah dilakukan sejak 14 Januari 2014 lalu untuk menghalau hujan tak maksimal. Tim dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengakui, mereka mengalami kendala dalam menyemai NaCl alias garam dapur di awan cumulus congestus di sekitar Pulau Jawa.
“Kami mengalami kendala soal pesawat dan kondisi cuaca sendiri, “ kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Florentinus Heru Widodo kepada Tempo, Kamis, 16 Januari 2014.
Menurut Heru, hingga hari keempat, tim baru menggunakan satu pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara. “Sebenarnya ada tiga pesawat yang harusnya digunakan, tapi kami masih harus minta izin kepada TNI, semoga akhir pekan ini sudah bisa digunakan,” ujar dia.
Selain itu, sebuah pesawat Cessna milik BPPT rencananya juga akan diturunkan untuk memaksimalkan pelaksanaan operasi rekayasa cuaca. Teknologi rekayasa cuaca sendiri terpaksa dimulai pada Selasa untuk keadaan darurat, atas instruksi Presiden SBY.
Heru membandingkan operasi hujan buatan yang kini tengah berlangsung dengan kegiatan serupa pada tahun 2001. “Pada waktu itu, kami bisa enam kali terbang,” kata dia.
Untuk itu, dia meminta masyarakat maklum jika hujan masih banyak terjadi. “Ini kan bukan hal instan. Hujan memang masih ada, tapi belum menimbulkan banjir,” kata dia.
Tahun ini, modifikasi cuaca dilakukan selama dua bulan, sejak 14 Januari 2013. Modifikasi cuaca ini ditargetkan mampu mengurangi hujan di wilayah DKI Jakarta hingga 30 persen.
SUBKHAN
Berita terkait
Alasan BPPT Pakai Alat Baru Rekayasa Cuaca
BPPT Tabur 7 Ton Garam Hari Ini
Distribusi Logistik di Wilayah Indonesia Barat Lancar
Rekayasa Cuaca, BNPB Jamin Tak Rusak Lingkungan