TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia, Danang Parikesit, mengatakan Pemerintah Provinsi DKI mempunyai dua pilihan dalam menentukan nasib kerja sama pembangunan monorel dengan PT Jakarta Monorail. Pertama, jika kerja sama dilanjutkan, pemerintah harus bernegosiasi detail soal perjanjian kerja sama. Kedua, jika tidak melanjutkan, pemerintah mesti memberikan kompensasi kepada PT JM.
Negosiasi detail itu, menurut Danang, berkaitan dengan luas properti yang diminta PT JM. "PT JM harus buktikan kenapa minta 200 ribu meter persegi. Harus ditunjukkan. Dokumennya harus diuji, ada independent appraisal," kata Danang ketika dihubungi pada Selasa, 27 Mei 2014.
Danang menuturkan, jika pemerintah bersungguh-sungguh mau menghadirkan monorel, permintaan investor mesti difasilitasi. "Sejauh itu memenuhi syarat pelayanan publik." Dia menyebut investor dan pemprov harus punya kesepahaman dalam hal pengelolaan properti. Tanpa bisnis properti, pemerintah harus mengeluarkan subsidi atas tarif monorel DKI yang mencapai Rp 100 ribu per kilometer. Angka itu berbanding jauh dengan tarif di luar negeri yang sebesar Rp 3.000 per kilometer.
Pengelolaan properti tidak bisa dipisahkan dari bisnis monorel. Danang mencontohkan di Hong Kong. Ada Hong Kong MTR yang pendapatannya 90 persen berasal dari properti. Sedangkan MRT di Jepang, 50 persen dari properti. "Itu properti di stasiun, ya, bukan kawasan baru," kata guru besar Universitas Gadjah Mada itu.
Adapun, untuk pilihan kedua, Pemprov DKI harus membayar kompensasi kepada PT JM jika mau memutus kerja sama. "Misalnya, biaya PT JM membeli saham pemilik lama dan biaya perencanaan." Apa pun pilihan pemprov, kata Danang, pelayanan kepada masyarakat tidak boleh berhenti. Danang sendiri mengaku belum bisa memberikan rekomendasi pilihan yang mesti diambil pemprov karena belum melihat detail perkembangan dokumen kerja sama monorel.
Penyusunan perjanjian kerja sama monorel antara PT JM dan Pemprov DKI menggantung. PT JM meminta hak pemanfaatan properti di tengah kota seluas 200 ribu meter persegi yang tidak mau dipenuhi pemprov. Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama memandang PT JM tidak bonafide. Ia mengeluhkan PT JM yang tidak mampu memenuhi jaminan bank garansi yang disyaratkan pemprov, 5 persen dari nilai proyek. PT JM menawar hingga 0,5-1 persen dari nilai proyek.
ATMI PERTIWI
Topik terhangat:
Jokowi -Kalla | Prabowo-Hatta | Suryadharma Tersangka | Tragedi JIS
Berita terpopuler:
Alasan TNI Pecat Prabowo Kembali Dipertanyakan
Kivlan Zen Tolak Ungkap Fakta 1998 di Depan Komnas HAM
HP Jadul Kembali Populer