TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Polisi Pamong Praja bersama TNI dan Polri makin gencar menertibkan pedagang kaki lima dan preman di sekitar Monumen Nasional (Monas). Kepala Satpol PP DKI Jakarta Kukuh Hadi Santoso mengatakan razia PKL rutin dilakukan tiga kali sepekan. "Hari pelaksanaan razia kami lakukan secara acak," ujar Kukuh kepada Tempo, Senin, 19 Januari 2015. "Kami terus meningkatkan razia pada 2015."
Dia menjelaskan, selama razia pada 2015, Satpol PP telah menyita puluhan barang dagangan. "Tapi kami tidak menangkap pedagangnya," tuturnya. Barang dagangan yang disita, kata Kukuh, tidak dapat lagi diambil oleh pemiliknya. "Biar ada efek jera dan tidak berjualan lagi." (Baca: PKL Monas Tak Jera, Penggusuran Sudah Biasa.)
Saat ini, ujar Kukuh, pedagang kaki lima yang nekat berjualan dan preman di Monas sudah mulai berkurang, "Meski masih ada pedagang yang kucing-kucingan dengan kami." Ia menegaskan bahwa razia akan digelar secara terus-menerus sampai tak ada lagi pedagang kaki lima yang nekat berjualan di sekitar Monas. "Karena nantinya, di Taman Monas itu akan dibuat seperti kios berjualan pedagang, tapi hanya pedagang yang memiliki kartu anggota saja," tutur Kukuh. (Baca: Satpol PP Setuju Sistem Pengamanan Monas Diubah.)
Pada Sabtu malam-Ahad dinihari, 17-18 Januari 2015, Kepolisian Daerah Metro Jaya menggelar operasi antipreman secara serentak. Di Jakarta Pusat, 118 orang terjaring dalam operasi tersebut "Dua di antaranya ditahan," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Martinus Sitompul.
Ia menuturkan dua orang itu adalah M. Wahyu, 19 tahun, warga Kalideres, Jakarta Barat, dan Irvan, 40 tahun. "M. Wahyu kedapatan membawa senjata api, dan Irvan melakukan percobaan pencurian rumah kosong," ujarnya. Adapun 116 lainnya dibina. Mereka terdiri atas 18 pengamen, 80 juru parkir liar, dan 18 gelandangan.
AFRILIA SURYANIS
Terpopuler:
Yusril: Jokowi Melanggar Undang-Undang Kepolisian
Presiden Jokowi Dimusuhi Tiga Negara
PKS: Andai Budi Gunawan Ketua KPK Jadi Tersangka