TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kembali menyalahkan PT PLN. Kali ini soal pemasangan gardu listrik untuk pompa air di Pasar Ikan, Jakarta Utara.
Ahok berujar, PLN memprotes kapasitas listrik yang diajukan Pemerintah Provinsi DKI untuk pompa Pasar Ikan. "Dia bilang yang diajukan kecil. Saya enggak tahu mana kecil, mana besar. Saya cuma tahu rumah pompa Pasar Ikan bukan orang listrik," kata Ahok di tanggul Kali Sunter, Kodamar, Kamis, 12 Februari 2015.
Ahok menuturkan tugas Pemprov DKI hanya mengajukan, soal besar-kecil kapasitas listrik adalah tugas PLN. "Kami ngajuin, Anda pasang," kata Ahok. Ahok juga mempertanyakan waktu pemasangan listrik. PLN menyatakan pemasangan memakan waktu 80-100 hari. Padahal, "Kami sudah mengajukan November 2014," kata Ahok.
Menurut Ahok, penggunaan genset untuk pompa tersebut memakan biaya tak sedikit, bisa sampai Rp 45 juta per hari untuk bahan bakar solar. Pompa ini penting perannya untuk menyedot genangan air. Itu sebabnya, Ahok meminta PLN menjamin ketersediaan pasokan listrik untuk pompa air. "PLN itu punya negara, bukan punya negara lain. Bisa enggak, sih, jamin ada aliran listrik," ujarnya.
Apabila PLN menjamin aliran listrik untuk pompa air, dana untuk bahan bakar pompa bisa dialihkan untuk penanganan banjir yang lain, misalnya pembuatan bendungan dan menambah jumlah pompa. "Lebih baik duitnya bikin pompa yang baru daripada habis di solar," ucap Ahok.
Kisruh Ahok dengan PLN bermula dari banjir yang merendam kawasan Istana, Senin, 9 Februari 2015. Banjir itu, kata Ahok, akibat pompa Waduk Pluit tidak beroperasi karena listriknya dimatikan oleh PLN. PLN berdalih memutuskan aliran listrik karena takut terjadi korsleting. Ahok menilai alasan PLN tak masuk logika. Sebab, ujar dia, Pluit dan sekitarnya belum banjir kala itu. "Logikanya gimana? Pluit saja belum terendam," kata Ahok.
ERWAN HERMAWAN