TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyayangkan pemberitaan media massa tentang banjir di Jakarta yang beredar dalam tiga hari belakangan. Ia berpendapat, dalam pemberitaan itu, media massa seolah-olah mengabarkan bahwa seluruh wilayah Jakarta terendam banjir.
"Mungkin itu yang disebut the power of media," kata Ahok, sapaan Basuki, di Balai Kota, Kamis, 12 Februari 2015.
Ahok menjelaskan, banjir paling parah terjadi di Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Sedangkan ketiggian genangan di wilayah lain cenderung terkendali. Namun pemberitaan, kata dia, menyatakan sebaliknya. "Seolah statusnya darurat," ujar dia.
Menurut Ahok, banjir yang paling menjadi sorotan yakni tergenangnya Istana Negara pada Senin, 9 Februari 2015. Saat itu Ahok dihubungi oleh pemerintah pusat yang memintanya memberlakukan status tanggap darurat banjir lantaran Istana tergenang (baca juga: Apa Beda Banjir Jakarta 2007, 2013, 2014, dan 2015).
Ahok menolak permintaan tersebut. Alasannya, tergenangnya Istana tidak bisa dijadikan indikator penetapan status tanggap darurat. Sebab apabila status darurat ditetapkan, maka akan banyak konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan. Untuk itu ia mengatakan Pemerintah DKI akan memperkuat persiapan menghadapi banjir dengan membenahi waduk, meninggikan tanggul, dan membeli pompa.
Selain itu, Ahok juga meminta Pertamina agar mengizinkan pembelian solar dalam jeriken. Pembelian ini bertujuan agar pembangkit listrik tenaga uap di beberapa rumah pompa bisa terus memasok listrik. Pompa ini berfungsi mengosongkan waduk yang menampung air hujan. "Pertamina harusnya mengizinkan, nanti kami tulis berita acaranya," kata Ahok (baca juga: Banten Banjir, Rano Karno Sibuk Petakan Titik Rawan).
LINDA HAIRANI
Berita lain:
Anak BG Pinjam Rp 57 M, Nyicil Rp 28 M, Sisanya...
Kali Ini Kubu Prabowo-Jokowi Kompak Preteli KPK
Ini Teror yang Diterima Penyidik dan Pegawai KPK