TEMPO.CO, Jakarta - Dering telepon genggam Retno Listyarti berbunyi ketika dia sedang duduk di ruangannya yang berada di ruang Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Jakarta pada 18 Februari 2015. Dia lalu menuju meja kerjanya dan mengangkat telepon yang masuk sekitar pukul 07.00 itu.
Begitu menerima panggilan telepon, terdengar suara pria yang bernada tinggi. Pria itu mengaku sebagai Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat. Mendengar nama itu, Retno sigap dan mendengarkan setiap kata yang dikeluarkan si penelepon.
Pembicaraan itu mulai mengarah pada permintaan uang damai. Penelepon mengira Retno sedang terkena masalah hukum saat dia datang ke Polres Metro Jakarta Selatan pada 17 Februari 2015. "Dia meminta Rp 20 juta untuk uang muka damai," katanya ketika dihubungi, Jumat, 20 Februari 2015.
Padahal saat itu Retno meminta perlindungan keamanan karena diancam dibunuh dan dimaki-maki pada situs microblogging Twitter oleh siswanya. Ancaman itu datang setelah SMAN 3 memberikan skors kepada enam siswa kelas XII selama 39 hari, dari 11 Februari hingga 9 Maret dan 16 Maret hingga 13 April.
Pemberian skors kepada HJ, 16 tahun, PR (17), AEM (17), EM (17), MR (17) dan PC (17) itu dilakukan karena mereka diduga mengeroyok warga sekitar, Erick, 30 tahun. Setelah meminta pengamanan ke Polres Jakarta Selatan, Retno dirujuk ke Kepolisian Sektor Setiabudi agar proses pengamanan dan koordinasi lebih mudah. Sebab, lokasi Polsek Setiabudi dengan SMAN 3 berdekatan.
Selanjutnya: Pria yang mengaku polisi itu minta uang sumbangan Rp 100 juta.