TEMPO.CO , Jakarta: Caning, 47 tahun, terlihat cekatan menyortir pakaian awul-awul--sebutan pakaian bekas yang cara membelinya harus diacak-acak dari tumpukan. Satu per satu pakaian dia comot dari karung putih dan dibebernya dengan kedua tangan. Pakaian yang dianggap layak jual dilemparkan ke sisi kanan, sedangkan yang berlubang dan tak layak dia lempar ke sisi kiri.
Sesekali, anak buah Caning beranjak dari kursi plastik untuk melayani pelanggan yang datang. Sedangkan, keryawan lainnya setia membantu dia untuk menggantung pakaian yang dianggap Caning layak dijual. "Hari ini termasuk sepi," kata pedagang pakaian awul-awul di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Kamis, 26 Februari 2015.
Caning menyebut bila hari biasa, dia mampu meraup pendapatan sekitar Rp 800 ribu-Rp 1 juta saban harinya dari jualan pakaian bekas. Nilai itu bisa meningkat hingga Rp 2-3 juta saat akhir pekan. "Pegawai banyak yang libur, jadi mereka pakai waktu untuk belanja," ujarnya.
Caning ialah salah satu pedagang yang kiosnya dilalap api saat kebakaran menghanguskan Pasar Senen setahun lalu. Dia terpaksa berjualan di trotoar jalan sebelum Stasiun Pasar Senen. Tiga bulan, dia menggelar lapaknya di pinggir jalan. Ternyata, lokasi itu malah melipatgandakan pendapatan Caning hingga Rp 1,5 juta tiap hari, karena banyak calon pembeli yang sedang melintas berhenti untuk menawar pakaian bekas dagangannya. "Tapi sejak sebulan lalu diminta masuk pasar lagi, karena bikin macet," kata pria yang sudah 20 tahun bergelut dengan bisnis pakaian bekas ini.
Yulius Effendi, 38 tahun, punya cerita berbeda. Pedagang pakaian awul-awul asal Padang ini mengklaim bursa baju bekas tak akan padam. Sebab, kata dia, ada segmen penggemar pakaian bekas dari masyarakat kelas menengah ke bawah. "Harganya selisih jauh sama pakaian baru," dia menjelaskan. Yulius mengklaim bisa mengantongi keuntungan Rp 1,2 juta per hari dari bisnis ini.
Dia mencontohkan baju bekas anak-anak di Pasar Senen bisa dibawa pulang dengan harga Rp 30 ribu sepasang. Sementara, bila membeli baru, harga baju anak-anak bisa mencapai Rp 100 ribu sepasang. Sama dengan kemeja pria yang di lapaknya bisa membawa pulang tiga potong kemeja dengan modal Rp 100 ribu. "Murah meriah pokoknya," kata dia sambil tertawa.
Di balik bisnis yang menjanjikan itu, ternyata Yulius menyimpan kekhawatiran. Sumber kecemasan itu ialah renovasi pasar pasca-kebakaran yang hampir rampung. Artinya, Yulius harus meninggalkan lapak sementara yang digelar di lantai dasar dan berpindah ke lantai 3 Pasar Senen. "Kalau dapat di lantai atas biasanya agak sepi karena pembeli malas naik ke atas," kata dia.
RAYMUNDUS RIKANG