TEMPO.CO, Bandung - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memberi waktu dua hari bagi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta untuk bermusyawarah lagi soal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI 2015.
“Mudah-mudahan dua hari ini. Kalau memang tidak bisa dimusyawarahkan, nanti akan ada opsi terakhir dari Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri),” kata Tjahjo selepas memimpin upacara peringatan hari lahir Satuan Polisi Pamong Praja di Bandung, Selasa, 3 Maret 2015.
Tjahjo menolak membeberkan opsi terakhir yang dipersiapkannya dengan alasan masih menunggu hasil musyawarah pembahasan APBD DKI antara Gubernur dan DPRD. Yang penting, kata Tjahjo, jangan sampai menelantarkan anggaran 2015 ini.
Menurut Tjahjo, kementeriannya sudah mendampingi pembahasan sejak APBD DKI masih dalam rancangan. Saat rancangan anggaran DKI itu diserahkan, Kementerian Dalam Negeri meminta klarifikasi soal anggaran yang dinilai belum optimal. “Kita minta klarifikasi hal yang belum optimal, ternyata belum diputuskan bersama dengan DPRD. Sampai dua kali, belum ketemu,” kata dia.
Tjahjo mengatakan Kementerian Dalam Negeri tidak mau terlibat dalam proses hukum dan proses politik yang masing-masing ditempuh. “Itu haknya Pak Ahok, dan haknya DPRD, silakan. Yang penting secara administrasi sesuai aturan, sesuai undang-undang, sesuai mekanisme, RAPBD DKI harus disahkan dengan cepat,” kata Tjahjo.
Menurut Tjahjo, proses hukum yang ditempuh Ahok dan proses politik hak angket oleh DPRD diharapkan tidak menelantarkan penetapan anggaran DKI. “Silahkan proses hukum dan angket berjalan, nanti akan terkuak siapa yang bohong, siapa yang benar, siapa yang menyelundupkan anggaran, ada atau tidak? Angket dan KPK juga akan memproses,” kata dia.
Konflik antara Ahok dan DPRD DKI Jakarta mencuat pascapengesahan APBD 2015 sebesar Rp 73 triliun dalam sidang paripurna DPRD DKI pada 27 Januari. Ahok pun langsung mengirim APBD ke Kementerian Dalam Negeri. Namun, pada awal Februari, Kementerian mengembalikan APBD 2015 dengan alasan ada yang belum lengkap.
DPRD menilai penyebabnya adalah karena Ahok menyerahkan APBD yang beda dengan yang disetujui bersama. Wakil Ketua Badan Anggaran DPRD DKI Muhammad Taufik mengatakan APBD yang dikirim tidak mencantumkan kegiatan-kegiatan yang telah dibahas di tiap komisi.
Dewan kemudian memutuskan menggunakan hak angket. Ahok balik menyerang dengan membeberkan anggaran siluman yang mencapai bukan lagi Rp 8,8 triliun, tapi Rp 12 triliun, dalam APBD 2015. Dalam anggaran Rp 12 triliun tersebut, terdapat pembelian uninterruptible power supply (UPS) atau penyimpan daya senilai Rp 6 miliar untuk setiap sekolah di puluhan sekolah.
AHMAD FIKRI