TEMPO.CO, Jakarta: Setelah Joko Widodo gagal memenuhi harapan publik, tampaknya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok jadi asa baru. Hal ini terlihat dari jajak pendapat yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia di 33 provinsi pada 3-4 Maret 2015.
Ade Mulyana, peneliti LSI, mengatakan hasil survei nasional lembaganya mencatat, sekitar 60,77 persen publik lebih mempercayai komitmen Gubernur Ahok dalam menjalankan pemerintah bersih, daripada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang hanya meraup 22,65 persen dukungan. "Terlepas apakah DPRD atau Ahok yang benar, namun publik punya penilaian tersendiri," ujarnya di Gedung LSI, Selasa, 10 Maret 2015.
Ada tiga alasan mengapa publik lebih mempercayai Ahok daripada petinggi DPRD DKI Jakarta dalam konflik APBD. Pertama, Ahok dianggap lebih jujur, punya integritas, dan berkomitmen memberantas korupsi dibanding anggota DPRD Jakarta. Sepak terjangnya yang dikenal galak, tegas, berani, dan lugas, dipercaya merupakan komitmen pribadinya mewujudkan pemerintahan yang bersih. "Publik juga menilai rekam jejak Ahok yang selalu berani memulai, dinilai benar," ujarnya.
Alasan kedua, rendahnya dukungan publik kepada anggota partai di Dewan karena mereka menilai anggota partai di parlemen hanya mementingkan kepentingan pribadi dan partainya. "Publik percaya permainan anggaran di APBD digunakan untuk mengumpulkan dana pribadi dan partai," ujarnya.
Ketiga, publik lebih percaya informasi yang disampaikan Ahok soal dana-dana siluman dibandingkan bantahan petinggi DPRD. Penyataan Ahok soal dana siluman, ujar dia, terbukti benar, seiring terbongkarnya pembelian UPS dengan nilai hingga Rp 12 triliunan lebih. "Sekitar 72,80 persen publik percaya bahwa dana siluman yang disampaikan Ahok benar," ujarnya.
Namun mekipun demikian, publik berharap Ahok mampu memperbaiki komunikasi politiknya, agar terus mendapatkan dukungan partai dan menghindari konflik dengan berbagai pihak, tanpa perlu berkompromi soal korupsi. Publik memberikan kredit hingga 54,25 persen agar Ahok memperbaiki sikapnya, hanya 32,75 persen yang menyatakan Ahok tidak perlu memperbaiki komunikasi politiknya.
JAYADI SUPRIADIN