TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyesalkan kembali buntunya pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanjar Daerah 2015 antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Padahal, ia berharap keduanya dapat memanfaatkan waktu tujuh hari yang diberikan lembaganya dengan serius membahas APBD. Menurut dia, sebab perencanaan anggaran harusnya dibahas dan diputuskan bersama.
"Kalau sampai tak bisa membahas ya mau apa lagi, kami kan tak bisa memaksa," ujar Tjahjo melalui pesan BlackBerry, Minggu, 22 Maret 2015.
Hingga Jumat, 20 Maret 2015, pembahasan RAPBD masih menemui jalan buntu. Akibatnya, mau atau tidak mau, peraturan gubernur harus keluar untuk menopang penggunaan anggaran Pemprov DKI.
Tjahjo mengatakan lembaganya masih menunggu diselesaikannya pembahasan APBD hingga hari ini. Sesuai ketentuan Peraturan Mendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 114, keputusan pimpinan DPRD sebagai dasar gubernur untuk menerbitkan peraturan daerah tentang APBD harus diterbitkan.
Namun, apabila tak ada, pembahasan tersebut dianggap deadlock. Dengan demikian, kata Tjahjo, ia berwenang memberikan pagu APBD Tahun 2014. "Terkait dengan surat pemberitahuan deadlock-nya pembahasan tersebut, harus disampaikan pada Senin, 23 Maret," kata dia.
Dengan surat tersebut, Kemendagri dapat menentukan kebijakan lebih lanjut, akankah menjadi perda atau menjadi pergub. "Namun intinya Kemendagri siap apa pun pilihannya agar APBD DKI tepat waktu," ujarnya.
Kisruh antara Ahok dan DPRD DKI berawal dari temuan kasus dugaan dana siluman sebesar Rp 12,1 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015 yang berasal dari usulan DPRD. Ahok mengirimkan RAPBD dengan sistem e-budgeting yang tak meloloskan usulan DPRD kepada Kemendagri. DPRD kemudian menuding Ahok menyalahi aturan lantaran mengirim RAPBD yang tidak melalui pembahasan dengan Dewan.
Kemendagri turun tangan untuk memediasi kisruh Ahok dengan DPRD. Namun, mediasi itu berujung deadlock. Kemendagri juga mengoreksi RAPBD yang sudah diserahkan, lalu mengembalikannya ke pemerintah DKI. RAPBD yang telah dikoreksi itu hanya bisa disahkan menjadi peraturan daerah apabila melalui persetujuan DPRD. Bila tidak, akan diterbitkan peraturan gubernur dan pemerintah DKI hanya memperoleh anggaran berdasarkan APBD 2014.
TIKA PRIMANDARI