TEMPO.CO, Jakarta - Pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia, Effendi Gazali, mengatakan kredibilitas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bisa tergerus karena kata-kata kasar yang diucapkannya. Menurut dia, publik bisa tak bersimpati kepada Ahok jika dia sering mengeluarkan umpatan dan makian.
"Ahok harus tahu batasannya," ujar Effendi ketika dihubungi Tempo, Selasa, 24 Maret 2015.
Effendi menilai penampilan Ahok dalam program acara wawancara yang disiarkan oleh televisi swasta beberapa hari lalu sudah melampaui batas. "Istri saya saja sampai minta pindah saluran televisi," ucapnya.
Effendi menuturkan seringnya Ahok berkata kasar bisa jadi karena saat ini sedang menjadi media darling, khususnya di media sosial. Dampaknya, tutur dia, secara psikologis, Ahok merasa tak ada pihak yang berani mengkritiknya.
Kompas TV menyiarkan wawancara dengan Ahok pada Selasa, 17 Maret 2015, pukul 18.18 WIB. Dalam wawancara itu, Ahok tampak emosional dan berkali-kali mengucapkan kata-kata yang tidak pantas saat membicarakan anggaran siluman dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta.
Presenter Kompas TV yang mewawancarai Ahok, Aiman Wicaksono, sempat berkali-kali pula mengingatkan Ahok untuk tak mengucapkan kata-kata itu karena sedang siaran langsung. Tapi Ahok tak peduli dan kembali mengucapkan kata makian tersebut.
Komisi Penyiaran Indonesia menerbitkan surat bernomor 225/K/KPI/3/15 melalui situs resminya. Surat ini merupakan sanksi administratif penghentian sementara segmen wawancara dalam program jurnalistik Kompas Petang. Sanksi penghentian sementara ini dilakukan selama tiga hari berturut-turut mulai Senin, 23 Maret 2015. Sanksi lain, Kompas TV diminta menyampaikan permintaan maaf kepada publik saat jam siaran utama.
"Seharusnya, ketika pertama kali keluar kata-kata itu, presenter langsung memotong wawancara dengan iklan atau menyetop siaran," kata komisioner Bidang Pengawas Isi Siaran KPI, Agatha Lily. "Atau pihak Kompas TV langsung mematikan audio supaya kata-kata kasar tersebut tidak kembali tersiar."
GANGSAR PARIKESIT | PRAGA UTAMA