TEMPO.CO, Jakarta - Ponsel Agus berdering. Ia langsung keluar dari tempat pangkas rambut miliknya dan mengambil ponsel di saku celananya. Ia melihat layar ponsel dan langsung memasang jari telunjuk di depan bibir sebagai isyarat supaya semuanya tidak berisik. "Saya harus ke rumah Pak Pramono Anung sehabis magrib," katanya.
Sudah tak terhitung lagi berapa pejabat yang menjadi pelanggan Agus. Ada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), mantan Kepala Staf Angkatan Darat, mantan Ketua Mahkamah Agung, dan masih banyak lagi. "Kepercayaan dan etika adalah yang utama," kata Agus.
Menurut dia, selain dua hal tersebut, tukang cukur harus memiliki "daging" dalam berkomunikasi. Dalam arti, dia harus paham politik, olahraga, bahkan gosip showbiz. Kalau tidak, pelanggan tidak akan datang kembali. Hal itu diiyakan Fatsi, yang menyeleksi pencukur di barbershop-nya dengan ketat--ihwal gaya komunikasi ini. "Dan yang penting juga mereka (pencukur) tidak mata duitan," ujar Fatsi.
Ia mengatakan, barbershop adalah ruang intim di mana orang datang untuk membahas apa yang mereka ingin utarakan, seperti layaknya di rumah. Sementara di barbershop topik pembicaraannya tentang tato, musik, pakaian, dan gaya hidup, di tempat pangkas rambut beda lagi. Di tempat ini, menurut Iman, biasanya topik yang dibahas adalah hal-hal yang lebih dekat dengan si pencukurnya. "Kabar pilkades di kampung misalnya, atau masalah pekerjaan," ujarnya.
Pejabat dan pengusaha, menurut Iman dan Agus, adalah pelanggan yang cenderung memulai komunikasi. Mereka lebih cair dan menghargai. Sementara selebritas biasanya cuek atau, sebaliknya, marah-marah kalau kurang puas dengan hasilnya. Bagian terbaiknya, kata Imam, tentu adalah tip yang diberikan. "Pengusaha lebih loyal," ujarnya, tertawa.
Diakui Agus, media sosial telah memainkan peran penting dalam kemajuan barbershop. Misalnya promo melalui Instagram, Twitter, dan Facebook. "Ini adalah cara untuk menarik basis pelanggan yang lebih muda," kata Fatsi.
Meski begitu, tempat pangkas rambut tidak takut terpinggirkan oleh cara promo para pemilik barbershop. Sebab, mereka memiliki kebiasaan lama dengan promo dari mulut ke mulut. "Ada suasana keluarga di sini (pangkas rambut) yang membuat kita merasa seperti di rumah." (Habis)
HERU TRIYONO
Sebelumnya:
Kisah Ahli Cukur:Desa Ini 95 % Pencukur, Ada Favorit SBY (1)
Kisah Ahli Cukur: Awal Lelaki Ini Pegang Kepala SBY (2)
Kisah Ahli Cukur: Omzet Bisa Mencapai Rp 50 Juta (3)